Ruang Bebas Baca
Ah, dalam riuh
rasa yang tak terindra, aku masih saja menahan jemari. Menahan mata untuk tak
lebih dulu awas, menghadang laju waktu yang terus melesat -dengan menoleh pun,
malas. Memikirkan bagaimana pada akhirnya setiap anak bahasa dapat dipahami,
segala cerita bisa disampaikan dengan ikhlas hati, dan setiap hikmah secara
sederhana dapat diilhami.
Aku ingin
memberi sebuah kabar.
Untukmu, jika bertanya,
mengapa dan bagaimana, akan ku jawab dengan secarik kisah. Kronologi singkat namun tak pendek kata.
Biar tak lagi memendam tanya, atau mencari jejak berbayang. Karena rupanya,
matahari di ganesha tak lagi berkesempatan membasuh tubuh lebih lama.
*
“Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri..”
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri..”
Tahun 2015. Bulan Mei,
ditanggal 9. Semua orang was-was menanti pengumuman SNMPTN pukul 5 nanti. Saat
itu aku sedang berada di asrama tentara pusdikif Cimahi untuk mempersiapkan
SBMPTN 2015. Aku sempat merencanakan untuk mengambil IPC kalau-kalau SNMPTN ini
tidak lolos. Alasannya sederhana, karena aku merasa tidak terlalu bisa
hitungan yang berumus rumit seperti mtk, fisika dan kimia, hehe.
Kebetulan saat itu aku
menempatkan ITB sebagai pilihan pertama dalam SNMPTN, dengan memilih fakultas
SITH-S. Pilihan keduanya adalah UPI Pend. Biologi dan ketiga adalah UPI Pend.
Geografi. Dahulu, sama sekali tidak ada niatan untuk berkuliah di ITB, tujuanku
hanya UPI, karena tahu bahwa UPI itu universitas pendidikan yang lulusannya
akan menjadi seorang guru.
Sebelumnya, saat kelas
3 SMA, adalah masa-masa galauku untuk menentukan pilihan akan menjadi apa
kelak, mau bekerja sebagai apa, mau kuliah dimana dan jurusan apa. Aku masih
banyak maunya. Sempat ingin menjadi jurnalis, karena hobi menulis dan
berbicaraku. Sempat juga ingin menjadi peneliti, dokter maupun yang berhubungan
dengan sains karena aku senang sekali dengan biologi. Terakhir, bermuara pada
inginnya jadi seorang pengajar, entah itu guru maupun dosen. Dan tidak
terpikirkan kampus apapun terkecuali setelah nama UPI muncul dibenakku saat
itu.
Saat aku bingung
seperti itu, aku bertanya kepada guru favoritku, Pak Momon Sudarma, guru
Geografi di MAN 2 Bandung, yang pernah menginspirasiku untuk mengikuti
olimpiade Geografi tahun 2013 lalu. Pak Momon berkata, “Orang, masuk ke universitas itu karena 2 hal. Yang pertama karena
kampusnya, yang kedua karena jurusannya. Sekarang Ayu pilih, mau kampusnya atau
jurusannya. Kalau Ayu pilih kampusnya, jurusan apapun tidak masalah. Sedangkan
kalau Ayu pilih jurusannya, kampus manapun ngga masalah. Iya ngga?”
Disitu aku jadi
berpikir, iya ya, mana yang mau kita fokuskan. Kemudian, aku berpikir untuk
memilih jurusannya, dimanapun aku berkuliah tidak masalah. Toh, tujuanku adalah
ingin mendalami studinya, bukan untuk sebuah prestige tertentu. Aku memindai diriku, mana kira-kira mata
pelajaran yang aku senangi dan aku memiliki nilai yang baik disitu. Terpilihlah
Biologi.
Karena SNMPTN
menyediakan 3 slot untuk memilih, maka dari itu aku mencari lagi, mana
pelajaran yang aku sukai. Lalu terpilihlah Geografi. Mata pelajaran yang pernah
aku pelajari saat di kelas 1 SMA dulu. Kelas 2 dan 3 tidak ku pelajari lagi
mata pelajaran tersebut, karena aku masuk di jurusan IPA.
Tadinya, hanya Pend.
Biologi dan Pend. Geografi saja yang aku pilih, tidak tahu harus pilih apa
lagi. Dengan tujuan kampus yang sama, yakni UPI. Tidak sama sekali terpikir ITB
sampai suatu hari ada mahasiswa ITB berkunjung ke sekolahku untuk penyuluhan
dan mengenalkan AMI (Aku Masuk ITB).
Kaka-kaka mahasiswa ITB
itu menjelaskan banyak hal tentang ITB, fakultasnya, fasilitasnya, lulusannya,
kuliahnya bagaimana, disitu aku baru tahu ada SITH-S (Sekolah Ilmu dan
Teknologi Hayati Prog. Sains) yang dibawahnya ada jurusan Biologi dan
Mikrobiologi. Sontak aku tertarik, karena sebelumnya yang aku tahu ITB itu
untuk anak yang senang dengan teknik, jago eksakta, untuk anak-anak pintar yang
sering juara kelas, berprestasi dan waw pokoknya. Aku mengarah kepada jurusan
Biologinya. Ya, biologi. Alhasil, ITB menjadi referensi kedua kampus yang ingin
aku tuju.
Kabar burung pun
mengatakan bahwa ITB tidak mau ditempatkan diposisi selain pertama di SNMPTN,
maka dari itu, kata “Oh?!” adalah kata yang pertama kali aku ucap saat seorang
teman mengatakan demikian. Terlalu banyak berpikir, aku baru selesai mendaftar
SNMPTN H-1 penutupannya. Wkwk
Oke, kembali lagi ke
asrama….
15 menit lagi menuju
adzan maghrib, kami, baru selesai agenda muhasabah (katakanlah..) dan training
untuk penguatan kita nanti setelah pengumuman. Kami berbondong-bondong masuk ke
dalam kobong (kamar) kami, kemudian segera menyalakan laptop dan handphone. Sedari
tadi, hape Samsung putih flip milikku bergetar terus, sudah belasan SMS masuk
menanyakan perihal pengumuman ini.
Ku nyalakan laptop
kemudian, menunggu loading yang lamaaa sekali, saking lamanya aku berinisiaitif
untuk menyapu sekitaran tempat tidurku dan lemari baju. Beberapa menit
kemudian, aku melihat ke layar laptop dari kejauhan, “Hijau?” warna yang ku
lihat. Segera ku dekati layar, karena mata minus ini tidak mengizinkan untuk
melihat lebih jelas dari kejauhan. Kemudian aku melihat…
**
“.. Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati ..”
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati ..”
Bulan
Juli entah Agustus pertama kalinya aku jauh dari rumah. Ya, saat itu aku pindah
ke asrama karena aku adalah penerima bidikmisi, dan diwajibkan untuk mengikuti
rangkaian acara PPKM khusus untuk semua penerima bidikmisi. Aku tinggal di
asrama Sangkuriang, yang letaknya di Cisitu, tak begitu jauh dari kampus ITB,
hanya berkisar 15-20 menit jika berjalan kaki, atau bisa lebih cepat dari itu.
Pengalaman
pertama jauh dari orangtua adalah: tidak betah. Yang pada mulanya sarapan tiap
pagi sudah disediakan Mama, kini aku harus membeli di luar, atau malamnya sudah
mempersiapkan biar tidak usah repot makan pagi diluar. Yang semula tiap sebelum
subuh ada yang membangunkan, sekarang saking tidak nyenyaknya, aku sulit tidur
dan bangun tidur selalu lebih awal sendiri. Kabar baiknya, mungkin jadi memacu
untuk terus bisa melaksanakan qiyamul lail.
Ditambah lagi
lingkungan di asrama saat itu didominasi oleh anak rantauan dari pulau Jawa
lain, otomatis kebanyakan disini memakai Bahasa Jawa atau bahasa sukunya masing-masing, sedangkan aku sama sekali
tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Aku merasa tersisih waktu itu, hehe.
Sangat sedikit yang berasal dari Bandung atau kabupaten Bandung, tidak terlacak
juga oleh mataku. Aku tidak punya teman akrab, yang bisa diajak bicara dan
bersama-sama. Karakterku yang ceria dan ekstrovert pun mulai terkikis lama-lama
hingga tingkat 2 awal. Karena aku belum menemukan kenyamanan dalam bergaul atau
bersosialisasi dengan yang lain.
Aku memutuskan untuk
pindah dari asrama dan tinggal di kos bersama teman SMP-ku, Hasna, didaerah
Dipati Ukur. Itupun dengan biaya yang hampir semua ditanggung oleh ibunya
Hasna. Selama hidup 1 bulan saja di kos, aku merasakan beberapa pengalaman yang
sebelumnya tidak ku dapatkan. Seperti, ada jadwal mencuci dan memasak
masing-masing. Beruntungnya, tempat kos ku memiliki mesin cuci yang digunakan
bersama, bangunannya pun masih baru, tidak seperti kos-kosan, tapi rumah biasa,
cukup bagus, 2 lantai, tidak begitu sederhana, terkesan cukup mewah tapi
harganya masih terjangkau. Untuk jadwal memasak, aku mendapat jadwal di hari
Jum’at. Dimana pada hari itu aku harus pulang lebih awal untuk memasak porsi
besar supaya mencukupi untuk semua penghuni kamar kos. Waktu itu, ada sekitar
6-7 orang.
Satu hal yang aku
bahagiakan saat hidup ngekos adalah, berat badanku naik. Yang dahulu aku agak
kurus, sudah mulai berisi. Entah efek apa, haha. Aku pikir mungkin karena
kebiasaanku berjalan kaki ke kampus, kemudian makan sehari 4 kali, dan supply
makanan di kos yang sangat memadai. Karena sebetulnya lebih tepat dikatakan
sebagai asrama daripada kos. Kami menyebutnya ‘dershane’ (entah ini
penulisannya benar atau tidak ya). Pemilik rumah serta pimpinan asrama kami
adalah orang Turki yang sedang kuliah di Indonesia. Aku menyebut pimpinan rumah
kami dengan sapaan “Abla” yang artinya adalah kaka. Esna, namanya. Esna Abla,
Kaka Esna. Tinggi, putih sekali, cantik, ramah, lembut, dan pintar memasak.
Seringkali kulkas rumah kami dipenuhi dengan makanan turki, wkwk. Seperti sup
krim bermacam rasa, buah zaitun, teh Turki yang enaknya minta ampun, lalu keju
dari Turki, nah ini makanan favoritku. Keju putih yang lezat! Sekali makan bisa
habis berapa bungkus. Wkwk. Apa lagi ya, aku lupa saking banyaknya. Sisanya
adalah makanan-makanan untuk persedian kami memasak selama seminggu. Aku sering
disuguhi makanan yang aneh-aneh di rumah ini, kebanyakan makanan yang manis.
Nafsu makanku pun tidak berkurang ketika jauh dari rumah, cukup stabil bahkan
meningkat. Walau pengeluaran jajan dalam sehari bisa sampai mungkin 15-20 rb,
orangtuaku tidak mempersalahkan karena tahu uangnya habis dipakai makan bukan
untuk ‘dibuang-buang’.
Pengalaman selama OSKM,
kemudian memulai perkuliahan, aku masih belum meninggalkan pikiran linglungku.
Seperti malam setelah pengumuman SNMPTN itu, aku tidak bisa tidur. Aku gelisah,
dan seolah tak percaya. “Saya udah mau jadi mahasiswa. Saya lolos ke ITB. Ini
bener ya Allah?” Ada kekhawatiran, ketakutan, rasa syukur, bahagia, cemas,
semuanya bercampur aduk.
Pertama menginjakkan
kaki di kampus ini pun, aku sudah terserang “stress” wkwk. Entah bisa dibilang
stress atau apa ya, aku tidak biasa melihat perempuan yang tidak menggunakan
kerudung (hehe, maapkan), adapun yang memakai kerudung tapi pergaulannya dengan
laki-laki seolah tanpa batas. Aku kaget dan belum terbiasa dengan lingkungan baru
yang seperti ini. Karena aku berasal dari MA, dimana semua perempuan
menggunakan kerudung, dan tidak begitu bagaimana pergaulannya dibandingkan yang
ku lihat pertama kali di kampus ini.
Aku baru terbiasa
setelah 1 semester berjalan. Itupun dengan langkah kaki yang sudah terseok.
Bisa disebut, akademikku di tiga mata kuliah, masih kurang. Matematika, fisika
dan kimia. Sisanya, aku bisa survive.
Dan ketiga mata kuliah
itulah, yang jadi masalah besar untuk keberadaanku di ITB ini. Ya, kalian bisa
menebak sendiri.
Selama 2 semester
pertama, aku sudah menabung pelajaran untuk diulang, hehe. Yaitu matematika
semester 1 dan 2, kimia 1 dan 2, dan fisika 1. Alhamdulillahnya fisika 2 itu
lulus walaupun dengan indeks yang pas-pasan.
Jika diceritakan
perjuangan menghadapi ketiga matkul kelemahanku itu, akan sangat panjang, hehe.
Dan mungkin nanti ditulis di postingan terpisah saja kalau memang kepo :’)
Sudah kering air mata
bisa dibilang. Badan pun semakin kurus, mata panda kian terbentuk. Bahkan berat
badan sampai mencapai 33 kg saat itu. Sering sakit-sakitan. Kondisi saat itu
aku sudah pulang pergi dari rumah ke kampus menggunakan sepeda motor. Jaraknya
sekitar 11 km, selang 30-1,5 jam, karena daerah menuju kampusku adalah daerah
macet.
1 tahun menjalani masa
TPB (Tahap Persiapan Bersama) yang sebelumnya tak ku cari tahu informasinya.
Aku tidak tahu kalau di ITB ada istilahnya belajar lagi pelajaran SMA yang
lebih-lebih, seperti ketiga matkul itu. Innalillah, polos banget waktu itu…
Sejak awal memang
kemampuan eksakku tak begitu bagus, dasarku kurang, dan di MA, tak begitu dalam
mempelajarinya seperti sekarang ini. Aku tak pernah ikut bimbel, dan gaya
belajarku dahulu cenderung santai.
Mungkin itu kelirunya
dan kekuranganku, tidak cepat beradaptasi dalam hawa akademik di ITB dengan
teman-teman yang jauh lebih pintar. Aku sadar hal itu.
Naik ke tingkat 2
membuatku galau luar biasa. Apa aku hendak lanjut kuliah disini atau tidak.
Kepribadianku berubah 70%. Aku menjadi pribadi yang tertutup, pendiam, dan
pemurung. Aku pasif dalam kegiatan kepanitiaan di kampus maupun di salman,
punya UKM pun tidak aku prioritaskan, hanya sekedarnya saja. Hidupku linglung.
Penuh ketidakpastian. Tidak tahu maunya apa dan bagaimana. Tidak punya arah.
Hampir putus asa. Berat sekali rasanya.
Beasiswa bidikmisiku
sudah mengirimkan SP 2 kepadaku, IP ku tidak sampai angka minimal untuk lulus TPB dan lolos IP minimal beswan bidikmisi, untuk lanjutpun
aku ragu kelak akan di keluarkan karena nilaiku yang masih buruk. Aku tidak
punya teman bercerita saat itu. Hanya sendiri. Orangtua pun tak aku izinkan
untuk mengetahui lebih dalam, karena aku tahu bahwa itu akan mengecewakan
mereka, membuat sedih mereka.
Sampai mama pernah
mengatakan, “Udah Ay, kalau gak kuat mah
gapapa. Jangan maksain. Daripada Ayu kayak gini. Mama gak mau lihatnya. Stress
sendiri, pusing sendiri. Iya mama gak tau emang gimana hidup jadi mahasiswa,
tapi kalau jadinya sakit-sakitan gini mah mau gimana…..”
Disisi lain ada bapak
yang selalu menyemangatiku. Bapak mengatakan, “Ay, bapak tahu kok ayu bukan
anak saintis. Ayu mah anak sosial. Apa da Ayu mah memang ngga begitu bisa untuk
pelajaran-pelajaran hitungan gitu. Bapak tahu. Tapi Ayu tahu ngga apa maksud
Allah masukin ayu ke ITB?”
Aku menjawab, “Ngga
tahu. Apa gitu?”
“Allah
itu hendak menunjukkan kekuasaanNya, rahmatNya. Kalaulah Ayu yang gak bisa apa-apa
gini bisa masuk, Ayu yang serba terbatas gini bisa lolos, kun fa yaa kun. Kalau
Allah udah berkehendak, siapa yang bisa mencegah? Hanya Allah yang bisa membuat
kita sukses, bukan diri kita sendiri.”
“Udah, sekarang mah
jangan galau lagi. Lanjut mah lanjut aja. Ini bukan akhir. Masih ada kesempatan
kan?” , lanjut bapak.
“Iya masih, tapi
terakhir banget nanti tuh.” , kataku
“Iya gapapa, lanjut
dulu aja sampa akhir. Sampai benar-benar mentok, udah gak bisa apa-apa lagi. Inget Ay, bukan karena besarnya gunung yang
membuat kita tersandung, tapi karena kecilnya kerikil yang membuat kita
tergelincir.”
***
Hatiku
selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti dulu, biarkan aku sejenak…
nanti dulu, biarkan aku sejenak…
Terbaring
di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat
adalah abadi sebelum kau sapu
tamanmu setiap pagi…
tamanmu setiap pagi…
(Hatiku
Selembar Daun oleh Sapardi Djoko Damono)
Kau tahu, ada saja
orang-orang yang hadir untuk memberi arti. Bukan datang untuk pengalaman
sekedarnya saja. Tapi benar-benar, seperti perpanjangan tangan Allah, untuk
membantu kita berdiri dan tegak kembali.
Merekalah, yang kita
sebut sebagai, sahabat.
Allah mengenalkanku
dengan seseorang dari jauh, dari sebrang pulau sana, untuk menjadi penguat dan
penyemangat hari-hariku. Dialah sahabat dunia mayaku.
Ditengah kebimbangan
yang kian merebak, untuk pertama kali dalam hidup sebagai mahasiswa aku
memiliki teman bercerita. Untuk pada akhirnya ku sampaikan masalahku. Aku
percaya padanya.
Dia memberikan
saran-saran dan menjadi opsi bagiku untuk memilih mana yang terbaik. Dia
membantuku untuk melihat sejauh mana masalahku ini harus diselesaikan. Ada
energi baru dalam hidupku semenjak mengenalnya. Dia yang ternyata berjuang
begitu kerasnya untuk bisa masuk ke kampus ini, kampus ITB yang jadi impiannya
sejak lama.
Aku begitu malu
pertama-tama, karena disatu sisi ia amat memperjuangkan untuk meraih impiannya
tersebut, disisi lain ia harus membantuku untuk tidak menyerah begitu saja
dengan takdirku di kampus ini. Aku yang nyaris angkat tangan, akhirnya bersedia
kembali merentangkan tangan. Berusaha menerima semuanya, mengikhlaskan
segalanya, bahwa memang seperti inilah seharusnya jalan hidupku. Jalan hidup
yang berbeda dari sebelumnya.
Jika sejak TK-SMA
akademikku baik-baik saja, bahkan bisa disebut memiliki beberapa prestasi di
kelas maupun di sekolah, sekarang di ITB aku menemukan banyak orang seperti
diriku atau bahkan jauh melebihi diriku. Maka Allah mengujiku disitu, dengan
hal yang sebelumnya tak pernah aku rasakan. Berada di titik terendah dalam
hidup.
Akhirnya, aku
memutuskan untuk lanjut berkuliah di ITB. Dengan tekad, aku harus lulus TPB!
Perlahan, kondisiku
membaik. Aku mulai bersemangat kembali. Aku menjalani perkuliahan seperti
biasa. Hadir di kelas, belajar, tutorial, beragenda di kampus, main ke salman,
memperbaiki ibadah, ikut mentoring/halaqah seperti biasa dan sebagainya.
Sampai pada akhirnya
musim ujian tiba. Aku mulai terserang panik dan ketakutan kalau-kalau nilaiku
jelek lagi. Aku ditenangkan oleh sahabat dunia mayaku itu, dan beberapa teman
sejurusan yang mulai dekat denganku, Aisyah dan Shaffa. Mereka berdualah,
sumber keceriaanku di kampus ini.
Skip. Sampai ke
kemunculan indeks prestasi. Dan ternyata, masya Allah. :’) nilai mata kuliah
mengulangku masih E. disitu, aku sudah mati rasa sepertinya, tidak lagi ada
tangis, hanya senyum, kemudian memejamkan mata. Menghela nafas.
“Ya
Allah, aku sudah berusaha semampuku. Kalaulah, aku memang masih patut disini
maka bantulah aku lagi. Jika memang disini bukan lagi tempatku, maka tolong
berilah tempat lain yang jauh lebih baik dari ini.”
Luka-luka
di dalam lembaga,
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.
Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.
Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
(Hai Kamu! Oleh WS.
Rendra)
Liburan kenaikan
semester 4 pun aku isi dengan kegiatan yang mampu menyegarkan otakku. Aku mulai
menulis kembali, aku mulai membaca buku lagi, aku mulai menonton film favoritku
lagi, aku mulai beragenda di salman lagi. Selebihnya, aku masih gusar perihal
akademikku di ITB. Semester 3 ini adalah kesempatan terakhirku. Mata kuliah
yang mengulang masih saja tidak lulus. Tidak ada kesempatan untuk memperbaiki
lagi. Jikapun mau, aku harus mengikuti SP (Semester Pendek) dengan biaya yang
tak sedikit. Belum lagi sepertinya Surat Peringatan dari Bidikmisi pun akan
turun lagi. Hahh……
Kembali aku
mempertimbangkan apa hendak lanjut bertarung lagi di semester 4 ini atau tidak.
Shalat istikharah berulang kali ku lakukan, meminta saran dari guru mengaji dan
teman-temanpun aku lakukan. Tapi hatiku lebih condong untuk tidak karena
kemungkinannya sangat kecil untuk bisa lulus.
Tapi takdir berkata
lain, tiba-tiba Kak Ayub, aku menyebutnya, menghubungiku, dan memintaku untuk
bergabung menjadi pengurus GAMAIS 2017, dibagian Bidang Kajian. Masya allah.
Selama ini aku berdo’a,
supaya aku ditemukan dengan orang-orang yang shalih dan lingkungan yang
mendukung untuk membuatku ta’at kepada Allah maupun kondusif untuk berdakwah.
Dan.. jeng jengg!! Allah baru menjawab do’aku hari itu.
Sudah sejak lama aku
merasa hampa, kosong, dakwah tak lagi jadi poros kehidupanku. Aku terlalu
disibukkan dengan urusan dunia, hingga aku lupa tugas dan kewajibanku selama
ini.
Allah memberiku jawaban
dengan tawaran amanah ini. Ya rabb, bagaimana ini? Mengapa baru ketika aku
memutuskan untuk berhenti disini tetapi Engkau menarikku kembali?
Setelah ku
pertimbangkan, dan berhusnudzan bahwa Allah masih ingin aku terus berjuang,
akhirnya ku terima tawaran itu. Bismillah.
****
Semester 4. Aku hanya
diperbolehkan untuk mengambil mata kuliah mengulangku saja oleh dosen wali.
Tidak dengan mata kuliah jurusan, itu artinya aku tidak akan bertemu dengan
teman-teman sejurusanku lagi. Aku benar-benar sendiri. Dengan orang-orang asing
disekitarku. Adik tingkat semuanya. Dan jika kelas malam, aku bisa bertemu
dengan orang-orang satu angkatan denganku. Hehe.
Kelas malam? Ya, ada
kelas malam. Aku lupa menceritakannya tadi. Kelas malam itu khusus angkatan
2015 yang mengulang pelajaran Kimia. Dosennya sendiri adalah dosen terbaik yang
ku ketahui, Bu Lubna dan Pak Han.
Aku jadi lebih-lebih
pendiam dan kurang bergaul, wkwk. Aku lebih senang menghabiskan waktu
istirahatku di Masjid Salman. Entah itu untuk shalat sunah maupun baca buku.
Namun seringkali aku bertemu dengan Aisyah. Kebetulan jenis apa yang membuat
hati selalu senang. Tanpa janji ataupun kabar, kami hampir selalu bertemu di
Salman. Canda dan tawa menghiasi hari-hari menjenuhkanku di kelas, aku tak lagi
merasa sendiri sebab ada Aisyah.
Di GAMAIS pun, aku
banyak mengenal teman-teman yang luar biasa. GAMAIS pun telah menjadi jalan
untuk memperatkan aku dengan Shaffa dan Aisyah yang ternyata mereka adalah
pengurus GAMAIS 2017 juga. Alhamdulillah….
Banyak orang yang
mengimpresiku, menginspirasi dan membuat hidup lebih bermakna (ceilehh), ada
kak Nadine dengan sifat lemah lembutnya, kak Ririn dengan karakter manja-manja
gemas wkwk meskipun begitu ia adalah orang terkuat yang pernah aku tahu, sangat
bertanggung jawab untuk hal yang menjadi urusannya. Kemudian ada kak Wali dan
kak Aroma, yang tak henti mendukung dan memberi nasehat untuk kami semua. Juga
teman-teman GAMAIS yang lain yang belum ku sebutkan namanya. Aku bersyukur
sekali bisa mengenal kalian semua. :’) Barakallahufikum….
Bulan Maret pun tiba,
itu artinya masa UTS mulai menerjang. Aku sudah siapkan beberapa amunisi dan
perbaikan dari belajarku sebelumnya. UTS 1 aku kerjakan dengan sebaik mungkin.
Namun, rupanya, ….. setelah diketahui hasilnya, nilaiku semakin memburuk :’(
Masih jauh dari angka
minimal kelulusan, dan disitu….. aku terjatuh lagi.
*****
“ .. Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari.”
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari.”
Ku seka air mataku kali
ini. Ya, aku menangis lagi. Memikirkan kemungkinan terburuk, yakni aku harus
pergi. Menjadi berat rasanya karena sekarang aku sudah menemukan “mereka”,
kawan-kawan shalih di ITB. Dan waktu yang sudah ku habiskan selama 2 tahun di
kampus ini, bukan waktu yang sebentar untuk memulai kembali.
Aku ingin tetap
berkuliah. Bagaimanapun jalan baiknya.
Aku tidak lagi
berharap-harap, realistis saja. Dengan nilai yang masih seperti ini, aku tidak
akan mampu lanjut lagi ke tingkat 3. Kalaupun aku masih melanjutkan sampai UTS
2 dan UAS, itu hanya akan membuang waktu tanpa ada jaminan apapun aku akan
lulus atau tidak.
Ya, begitu singkat kata
pemikiranku beberapa bulan yang lalu.
"Jujur, saya tak silau dengan ITB. Kuliah dimanapun, adalah ibadah. Tak ada yang menjamin keberhasilan kita hanya karena kita kuliah di tempat A atau di tempat B. Tidak ada. Semua bergantung kepada diri kita masing-masing. Ingat juga, Ayu punya potensi yang harus ayu lejitkan. Saya tahu selama ini potensi Ayu itu jadi dipendam dan gak keluar. Karena Ayu mempelajari hal-hal yang tak begitu Ayu senangi.
Sudah pernah saya bilang bukan saat itu. Ayu mungkin saja lolos ke ITB, tapi untuk bertahan di ITB, saya ragu. Maaf nih bukan saya meragukan Ayu. Tapi saya tahu kapasitas Ayu. Saya kenal Ayu. Saya tahu Ayu gimana orangnya, saya membaca itu bertahun-tahun.
Dan sekarang, Ayu datang dengan kondisi yang sudah seperti ini. Gak apa-apa Yu, yang berlalu, udah aja selesai. Sekarang gimana caranya Ayu bangkit lagi dan memulai itu dari awal. Gapapa Ayu kesannya ketinggalan dari teman-teman Ayu, gak apa-apa Ayu jalannya jadi lebih lambat daripada orang lain. Inget lagi tujuan hidup kita. Inget lagi idrak sillah billah (kesadaran hubungan dengan Allah) kita." , nasehat musyrifahku (guru mentoring) itu terus teringat di otakku.
Bulan Mei, pertengahan
kalau tidak salah, saat hendak memulai UTS 2, aku mulai off kuliah, dan
memutuskan untuk ikut SBMPTN 2017.
SBMPTN 2017 adalah
kesempatan terakhir bagi lulusan 2015 untuk mengikutinya. Selama 1 tahun
terakhir, aku mulai menemukan apa yang sesungguhnya aku cari dan aku mau. Jika
saat SMA kelas 3 aku masih meraba-raba, saat ini sudah tidak lagi. Usiaku sudah
menginjak 20 tahun, sudah bukan waktunya bimbang menentukan masa depan.
Aku ingin jadi seorang
guru. Kedua, profesi utamaku kelak adalah menjadi ummu warabatul bait (ibu rumah tangga), konon pekerjaan yang paling
mendukung untuk menjadi ibu rumah tangga adalah guru. Ketiga, aku senang studi
yang mempelajari manusia dan ingin konsen ke bidang pendidikan. Keempat, aku senang anak-anak dan
senang berinteraksi sosial. Dan terakhir, Universitas Pendidikan Indonesia itu
masih menjadi kampus impianku.
Oleh karena itu, aku
mendaftarkan diri di SBMPTN 2017 untuk memperoleh kembali takdirku. Aku ingin
kuliah. Pokoknya aku ingin kuliah. Aku harus! :)
Dengan restu orangtua,
aku memilih PGSD UPI sebagai pilihan pertamaku, kedua dan ketiganya adalah UIN
SGD jurusan Psikologi dan UIN SGD jurusan Jurnalistik.
2 minggu lagi menuju
SBMPTN, dan aku belum memulai belajar. Aku masih mengurusi sesuatu yang lain.
Beruntungnya, buku-buku pendukung telah disediakan di rumah, hibah dari ibunya
temanku, Rizal, seorang Dosen UGM yang ku kenal baik hati dan amat pengertian :’)
3 hari lagi hari H. Aku
baru mulai membaca materi, dan sedikit latihan soal. Aku pun mendapat bimbingan
untuk mata pelajaran matematika dasar dari kaka tingkatku di ITB. Beliau amat
sabar dan baik karena mau meluangkan waktu untuk mengajariku disela-sela
kesibukan pasca wisudanya.
Hari pergulatan pun
datang, untuk membaca pengalamanku saat SBMPTN ini, silahkan baca postinganku
di blog ini yang judulnya “Pertarungan Antar Waktu” , hehe
Usai SBMPTN, aku
berinisiatif untuk mengikuti tes seleksi beasiswa kuliah ke Timur Tengah yang
diselenggarakan oleh Kementrian Agama khusus untuk siswa lulusan MA dan
pesantren. Itu artinya, aku harus kembali mempelajari Bahasa Arab yang sudah 2
tahun aku tinggalkan dan menghafal surat untuk memenuhi kriteria, minimal hafal
3 juz katanya.
Waktu persiapan hanya 3
hari, aku benar-benar ngebut!
“Inilah ikhtiarku,
mudah-mudahan ada rejekinya disini.” , pikirku
******
Tanggal 8 Juni adalah
pengumuman seleksi beasiswa kuliah ke Timur Tengah. Dan rupanya, rejekiku tidak
disana.
Tanggal 13 Juni adalah
pengumuman SBMPTN. Dan masya Allah. Hasilnya…
Sujud syukur, kemudian
memeluk kucingku adalah hal yang pertama-tama ku lakukan. Ba’da ashar, hilang
sudah semua kegelisan serta kegundahanku.
Allah memang terlalu
baik, selalu begitu. :’) aku diberi kesempatan kedua. Alhamdulillah ‘ala kulli
hal.
Segera ku kabari
orangtua dan teman-teman tertentu yang bertanya (yang sudah mengetahui kisahku)
saat itu juga.
*******
belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara
kami yang harus berjalan di depan
(Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari oleh Sapardi Djoko Damono)
Terkadang terpikir, mengapa Allah mengizinkanku untuk berkuliah di ITB selama 2 tahun jika pada akhirnya aku akan pergi darinya?
“Bisa jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)
Sekilas ada permainan takdir, tapi aku tak menyesal sama sekali.
“Kenapa gak dari dulu atuh ya masuk ke UPI teh, malah belok dulu ke ITB.” , kata Mama. Aku hanya tertawa ringan.
“Kalau dari dulu Ayu di UPI, ngga mungkin Ayu bisa kenal temen-temen Ayu sekarang.” , jawabku
Bukan karena akan kehilangan kenyamanan dan kelengkapan fasilitas pendidikan yang ada di ITB yang menjadi ketakutanku, tapi aku takut akan jarang bertemu dengan mereka, teman-teman GAMAIS, teman-teman Female HATI, teman-teman Lingkar Sastra, dan teman-teman jurusan Biologi. :”
Maka dari itu, aku berazzam, kalau aku sudah bisa meng-keep akademikku di kampus baruku nanti, aku akan tetap aktif di Masjid Salman. Dan sesekali berkunjung ke dalam kampus ITB.
Semoga terwujud! Aamiin.
Akhir kisah,
Untuk teman Biologi 2015 dan kaka tingkat se-Nymphaea
Maaf jika untuk kedepannya teman-teman akan jarang melihatku
duduk manis di kelas yang sama dengan kalian. :’) Terima kasih ya untuk
kenangannya selama ini. Aku senang bisa berjuang bersama kalian. Jadi ingin
kulap lagi hehehehe. Cuma sekali (satu semester saja) kesempatan bisa kulap sama kalian ya :’) sedih….
Oya bentar lagi masuk tingkat 3. Semoga makin rajin dan
nilainya oke oke ya, ah aku percaya sama kalian. :) kalau udah wisuda, jangan
lupa kabar-kabar ya!
Dan untuk kaka-kaka Nymphaea, maaf ya Ayu jadi jarang menghuni sekre lagi semenjak semester 4, dikarenakan waktu yang sulit dan ruang kuliah yang bukan disekitaran labbir. Biasanya kaka-kaka seneng lihat Ayu ada didepan sekre, duduk, nyalain laptop, kerjain laporan, atau baca buku, main hape atau ngobrol sama beberapa teman. Maaf juga gak begitu aktif di himpunan. :( karena beberapa hal yang bikin sulit untuk sering aktif, selebihnya memang karena akademikku yang menuntut perhatian lebih. Semoga studi kaka-kaka dilancarkan dan dimudahkan untuk segera wisuda. aamiin :)
Untuk teman GAMAIS 2017
Ah, aku kan sudah pamit waktu itu wkwkwk, udah ku sampaikan
juga gimana kondisiku saat itu. Namun sayang, tidak semua hadir ya waktu itu. Ya
mungkin dengan membaca ini teman-teman akan tahu kronologi dan ceritanya, hehe.
Maaf ya kalau kepanjangan. Tapi insya allah, aku bakal bareng kalian sampai
akhir. :’) mudah-mudahan Allah mengizinkan.
Tetap growing dan inspiring ya! Sesuai tagline (atau apa ya
namanya wkwk) kepengurusan kita. Moga GAMAIS makin barakah dan jadi wasilah
mahasiswa muslim ITB maupun mahasiswa umum untuk semakin kenal dengan agama ini
ya, yosh!
GAMAIS sudah jadi rumahku, ketika aku merasa berjalan terlalu jauh, pada akhirnya aku akan kembali kepadamu, :') aku merasa berada di rumah saat bersama kalian. Uhibbukum fillah....
Untuk adik-adik kelas atau adik
tingkat yang kenal teteh/kaka di MAN 2 Bandung, atau di ITB itu sendiri, atau
kenalan teteh/kaka selama ini
Inilah kehidupan teteh/kaka :’) ngga mulus sesuai prediksi
kalian, hehe. Kadang teteh/kaka malu kalau ngasih saran soal kuliah sama
kalian, da teteh/kaka mah apa atuh kuliah juga belum berjaya wkwk masih terseok, rasanya ngga
pantes buat nasehatin kalian. Malah kayaknya teteh/kaka yang perlu banyak
penguatan. Tapi gimanapun juga, kalian harus tetap SEMANGAT ya dan jangan KALAH
sama UJIAN. Menanglah! Jadikan masalah-masalah hidup yang ada, atau yang akan
datang, jadi pembelajaran berharga. Raup hikmah sebanyak-banyaknya. Perbaiki ibadah
dan tingkatkan amalan sunnahnya. Deket-deketlah sama temen-temen yang ilmu
agamanya bagus, semoga nular ta’atnya dan jangan sesekali jauh dari Allah. Jangan
banget! Oke?
Maaf ya teteh/kaka belum jadi contoh yang baik buat kalian, tapi
semoga kalian bisa belajar dari pengalaman hidup teteh/kaka yang ini ya :’)
Makasih udah jadi adik-adik yang baik untuk teteh/kaka. Teteh/kaka
seneng bisa deket sama kalian.
Untuk Orangtua
Maaf ya
Ma, pak, jadi urutan keberapa ditulisnya, tapi beneran kok kayaknya ngga perlu
ditulis. Hehe, cukup jadi urusan rumah ya pembicaraan kita mah, hehe ^^v maaf
ya kalau anakmu jatuhnya jadi lama untuk ngasih rumah, wkwk. Lulus kemungkinan
25 tahun nanti, sabar aja ya. Pasti ada waktunya. Gak perlu galau sekarang. Doain
studi anakmu ini lancar dan barakah. Aamiin.
Untuk teman-teman dunia maya yang
sempat mengenal seorang Ayu Saraswati
Heheheyy,
ketemu lagi. kaget ya? Maaf kalau tiba-tiba dan ngga ngasih banya kabar. Moga bisa
memahami aku yang masih jadi tokoh fiksi kalian ya? Ingin banget suatu hari
nanti bisa ketemu. Ngobrol secara langsung, ketawa bareng, dan jalan-jalan
bareng. Untuk saat ini, beginilah kondisiku. :’) aku akan memulai HIDUP yang
BARU lagi. doakan sukses! Semoga berbalik juga do’anya untuk kalian.
Untuk teman-teman halaqah dan
lintas halaqahku yang sama-sama menjadikan dakwah sebagai poros hidupnya
Assalamu’alaikum
ukhtiii :D! hehe, lama tak bersua dan sudah dapat kabar begini. Semoga teman-teman
berada dalam kondisi fisik dan keimanan yang baik. Insya allah, ada lahan
dakwah baru nih hehehe. Doakan moga bisa survive dan banyak yang tersentuh
dengan islam :’) maaf kalau temen-temen sering lihat aku khilaf atau lalai,
jangan ragu untuk ingetin ya. Semoga dakwah temen-temen tetep mantep ya! Aamiin.
Untuk teman-teman Lingkar Sastra
Duh gak
enak, semenjak semester 4 jadi jarang nongol lagi di sekre atau aktif nulis
puisi dikirim ke email LS, hehe. Makasih banyak untuk kesempatan belajar dan
mengenal teman-teman semua. Aku banyak tahu dan banyak belajar jadinya terutama
soal perpuisian wkwk. Banyak dari temen-temen yang udah mahir banget, salut
deh!
Oya mau
sedikit pengakuan, waktu itu negberaniin diri untuk tampil muisi di depan
panggung itu karena sadar bahwa waktuku gak banyak lagi untuk jadi mahasiswa
ITB, maka dari itu aku ingin sedikitnya ada kenangan yang bisa diingat hehe ^^v
maaf loh ya kak Wahyu dan Kak Isyraf. hehe
Seneng bisa belajar sastra bareng kalian!
Untuk guru-guru di MAN 2 Bandung
Assalamu'alaikum, Pak, Bu, gimana, sehat? :) makin asik ya sekarang sekolah kita udah lebih bagus dan lebih maju dari sebelumnya. Pak, Bu, maaf ya Ayu memilih jalan ini, terutama kepada Bunda Asfarneli, Bu Nunuy, Bu Siti, Bu Kokom, Bu Hera, Bu Rika, Bu Heni, Pak Ujang, Pak Suherman, dan Pak Momon yang sudah jadi penyokong terhebat untuk hidup Ayu. Jazakallah wa jazakillah untuk pengajarannya selama ini. Ibu dan Bapak tidak hanya mengajarkan pelajaran akademik selama di SMA, tapi Ibu dan Bapak juga mengajarkan pelajaran hidup untuk Ayu, khususnya dalam hal masa depan. :') barakallahu lakum...
Terakhir,
Untuk seseorang
yang tidak ku ketahui namanya dan ada dimana
Halo, :) gimana kabarnya? Masih sabar dan masih belajarkah? Hehe.
Gimana keimananmu? Masih oke? Lagi sibuk apa? Sekarang dimana? Ah, kamu gak
bakal bisa jawab. Aku juga gak tahu apa jawabannya, wkwk. Kamu misteri yang
paling akut buat aku pikirkan maka dari itu aku abaikan sejenak. Dan sekarang
mau sapa-sapa dikit, karena siapa tahu kamu baca ini suatu hari nanti. Wkwk.
Kapan ya kita bisa kenal dan bisa ketemu? Pada saat apa dan
dimana. Aku harap kita bertemu saat semua sudah siap dan mantap. Agar tak perlu
ada banyak cerita ‘menye-menye’ ,
cukup datang, jabat tangan ayahku, dan sah!
Wkwkwk ngarep!
Aku yakin ada waktu yang tepat suatu hari nanti. Untuk saat
ini mungkin kita jalan masing-masing ^^
Sekarang, aku masih belajar untuk jadi anak yang baik bagi
orangtuaku. Jadi teman yang setia bagi kawan-kawanku, jadi mahasiswa yang baik
untuk dosen dan kaka tingkatku, jadi kaka yang bener buat adikku, terlebih jadi
hamba Allah yang berusaha terus untuk meraih derajat tertinggi dihadapanNya. Sebelum
semuanya bertambah, menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anakmu. (huekk! … maaf maaf)
Tapi, mari aamiin-kan. Aamiin.
Akhirul kalam, lirik lagu dari Banda Neira ini cocok jadi
closingnya ^^
oya tulisan ini memang dikhususkan bagi mereka yang kenal Ayu Saraswati, biar tidak kaget kenapa Ayu tiba-tiba hilang dari peredaran bumi ganesha wkwk atau jadi pindah ke beda universitas hehe. Yaudah, gitu aja. :)
Yang patah tumbuh,
yang hilang berganti
Yang hancur lebur
akan terobati
Yang sia-sia akan
jadi makna
Yang terus berulang
suatu saat henti
Yang pernah jatuh
‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh,
yang hilang berganti
Wassalamu’alaikum Warahmatullah. See you on the top! (and a way to go) :)
*) note:
- Maaf nulisnya banyak yang tidak sesuai dengan kaidah kepenulisan ^^v
- Maaf kalau ceritanya kurang apik dan runut disampaikan
- Maaf kalau kepanjangan hehe, karena saya tidak mengurangi sedikit pun inti ceritanya
- Selamat! dan terima kasih bagi yang sudah sabar membaca dari awal sampai akhir :)
- Terima kasih untuk Pak Sapar, Bang Rendra dan Banda Neira sudah menginspirasi saya dalam mendukung tulisan ini
Bandung, 17 Juni 2017
Masya Allah !... salah tanggap di awal dan udah baca ceritanya dari awal sampai akhir dan ternayata mengulang kuliah dari awal lagi... Kaget sekaligus kagum ^^..v Barakallah !
BalasHapuskisah ini (bagi saya) membuka mata dan pikiran juga menuai pertanyaan yang minta dijawab, "Apakah kuliah menjamin kita sukses?" dan terjawab sudah lewat postingan ini dengan kata "tidak !".
Di akhir kelulusan MA dulu, sering banget dapat nasihat dari ortu atau guru-guru untuk belajar giat yang dengan itu mudah-mudahan harapannya bisa diterima di kampus yang hebat dan ternama, kalau bisa kampus negeri terbaik sekelas UI, UGM, ITB, atau kampus lain yang setara. katanya dengan berkuliah di kampus "beken" itu harapannya juga nantinya memudahkan karir sehingga peluang sukses jauh lebih besar.
Saya masih ingat betul salah satu guru di MA yang sering ngasih nasihat (dan alhamdulillah masih membekas sampai sekarang) bahwa tidak ada pendidikan dimanapun yang menjamin kita sukses. Ya ! disitu saya berpikir, tidak ada yang bisa menjamin kita sukses, kecuali kita sendiri yang memperbesar peluang itu untuk sukses. Uniknya, peluang itu datangnya bisa dari mana aja !
Dan selama ini, terbukti bahwa kuliah itu hanya tempat untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih tersruktur. bukanlah tempat untuk membuat orang jadi sukses, bukan ! Sukses tidaknya ya tergantung pada diri kita masing-masing. Peluang sukses akan semakin besar dengan "kriteria" kita sendiri, betul?
Salah satu pelajaran/hal berharga yang saya dapatkan di tempat kuliah adalah pola pikir (mindset). Tapi tetap, saya berkeyakinan, tetap beda pola pikir orang yang kuliah dengan yang tidak kuliah (dari beberapa sisi), salah satunya berpikir lebih sistemik, lebih tersruktur dan dewasa. itu !
Saking dituntut untuk berfikir kritis, network pun dengan sendirinya akan berdatangan. Nah, network itu kita butuhkan untuk bisa membantu karir kita, apapun itu.
Kalo prinsip saya di awal kuliah, tetep harus semangat dan serius, kalo masalah dana bagi saya bukan satu-satunya masalah. banyak kok sekarang beasiswa dimana mana, mau swasta atau negeri intinya sama, dibiayai. Tulisan ayu ini membawa paradigma berpikir semi idealis (kalo menurut saya) karena bagi saya tidak usah kita terlalu idealis (kata dosen saya di Bogor juga gitu), paham kan maksud idealis :D
Ayu ini luar biasa, dari awal kita kenal semangatnya udah menggebu gebu dan tentu kamu ini bukan jenis mahasiswa yang "standar", maksudnya mahasiswa yang cuma kuliah aja terus pulang ke rumah (besoknya gitu lagi -_-" hehe). Saya do'akan, mudah-mudahan dimanapun tempat berkuliah dan beraktivitas saat ini selalu ada dalam lindungan Allah Ta'ala,,
Karena hidup itu adalah pilihan, dan itu adalah pilihan Ayu, apapun konsekuensi yang terjadi tetap berhusnuzhan bahwa Allah Ta'ala itu ada dalam setiap masalah kita dan kitanya harus peka dengan memperbanyak ikhtiar dan do'a mudah-mudahan dengan usaha itu segala sesuatu nya diringankan.
Mau senang atau sedih tetap Allah mah Maha Terpuji, jadi tetap bersyukur setiap waktu ketika mendapatkan apapun -termasuk lolos pada pilihan ini- Insya Allah nikmat-Nya atas Ayu selalu bertambah.. Aamiin.. Keep istiqomah dan Semangat !!!
By The Way, Tanggal 8 bulan depan saya sidang munaqasyah skripsi. Mohon do'anya dari kawan-kawan semoga lancar ! Hehe..
Untuk pilihan ayu yang ini, mudah-mudahan "jangan keluar lewat pintu masuk" ya ! Semoga lancar studinya di tahun ajaran baru tentunya dengan suasana baru, mata pelajaran baru, kawan baru, dan yang baru-baru lainnya.
Baarakallah !
Ga ada yg sia-sia,
BalasHapusteteh yakin byk hal yg bisa menjadi pelajaran berharga dari semua episode yg sudah ayu lewati utk kehidupan ayu ke depan :')
Teteh cuma punya satu pesan, apapun pilihan ayu, selalu niatkan tertinggi utk menggapai ridha Allah, karena setelah itu insyaAllah akan byk jalan yg Allah bukakan utk kita, baik utk kebaikan dunia atau kebaikan akhirat :)
Dan semoga Allah selalu memberikan yg terbaik untuk ayu :')
Salam sayang,
teh ismi
Aku selalu belajar banyak dari ayu, semoga selalu berkah tulisanmu yu. Maaf blm jadi teman yg baik di biologi 2015. Selamat menjalani perjuangan yg baru yu! Allah selalu memberikan yg terbaik untuk ayu. Aamiin
BalasHapusHanin sayang Ayuuuu 😘😘😘
BalasHapusAyu yang di ITB, ayu yang di UPI, ayu yang di rumah, ayu yang di MAN 2, ayu yang suka nulis, ayu yang sayang pinyo, ayu yang pake kacamata, ayu yang suka fotografi, ayu yang baik, ayu yang ramah, ayu yang selalu semangat, ayu yang ga pernah banyak ngeluh, ayu yang pinter bersyukur, ayu yang selalu jadi temen hanin, pokonya ayu mau yang gimana pun jugaa 😊😊
Jangan patah arang ya, kalo bisa kobarin api yang besaaaaar hehe 😄
Semoga istiqamah yu dan semoga ini jalan yang terbaik, itulah cara allah mendidik hambanya.
BalasHapusHaha aku tak pandai berkata wkwk
Bismillah yu, terima kasih banyak atas ceritanya, dan makasih juga udah menginspirasi kaka buat nulis lagii, kaka minta maaf kalau ada kesalahan, baik yang sengaja atau yang ga sengaja ya
BalasHapus