Ruang Bebas Baca


                            

Ah, dalam riuh rasa yang tak terindra, aku masih saja menahan jemari. Menahan mata untuk tak lebih dulu awas, menghadang laju waktu yang terus melesat -dengan menoleh pun, malas. Memikirkan bagaimana pada akhirnya setiap anak bahasa dapat dipahami, segala cerita bisa disampaikan dengan ikhlas hati, dan setiap hikmah secara sederhana dapat diilhami.

Aku ingin memberi sebuah kabar.

Untukmu, jika bertanya, mengapa dan bagaimana, akan ku jawab dengan secarik kisah. Kronologi singkat namun tak pendek kata. Biar tak lagi memendam tanya, atau mencari jejak berbayang. Karena rupanya, matahari di ganesha tak lagi berkesempatan membasuh tubuh lebih lama.


                                                                             *  
                                     

              “Pada suatu hari nanti
               jasadku tak akan ada lagi
              tapi dalam bait-bait sajak ini
             kau takkan kurelakan sendiri..”

Tahun 2015. Bulan Mei, ditanggal 9. Semua orang was-was menanti pengumuman SNMPTN pukul 5 nanti. Saat itu aku sedang berada di asrama tentara pusdikif Cimahi untuk mempersiapkan SBMPTN 2015. Aku sempat merencanakan untuk mengambil IPC kalau-kalau SNMPTN ini tidak lolos. Alasannya sederhana, karena aku merasa tidak terlalu bisa hitungan yang berumus rumit seperti mtk, fisika dan kimia, hehe.

Kebetulan saat itu aku menempatkan ITB sebagai pilihan pertama dalam SNMPTN, dengan memilih fakultas SITH-S. Pilihan keduanya adalah UPI Pend. Biologi dan ketiga adalah UPI Pend. Geografi. Dahulu, sama sekali tidak ada niatan untuk berkuliah di ITB, tujuanku hanya UPI, karena tahu bahwa UPI itu universitas pendidikan yang lulusannya akan menjadi seorang guru.

Sebelumnya, saat kelas 3 SMA, adalah masa-masa galauku untuk menentukan pilihan akan menjadi apa kelak, mau bekerja sebagai apa, mau kuliah dimana dan jurusan apa. Aku masih banyak maunya. Sempat ingin menjadi jurnalis, karena hobi menulis dan berbicaraku. Sempat juga ingin menjadi peneliti, dokter maupun yang berhubungan dengan sains karena aku senang sekali dengan biologi. Terakhir, bermuara pada inginnya jadi seorang pengajar, entah itu guru maupun dosen. Dan tidak terpikirkan kampus apapun terkecuali setelah nama UPI muncul dibenakku saat itu.

Saat aku bingung seperti itu, aku bertanya kepada guru favoritku, Pak Momon Sudarma, guru Geografi di MAN 2 Bandung, yang pernah menginspirasiku untuk mengikuti olimpiade Geografi tahun 2013 lalu. Pak Momon berkata, “Orang, masuk ke universitas itu karena 2 hal. Yang pertama karena kampusnya, yang kedua karena jurusannya. Sekarang Ayu pilih, mau kampusnya atau jurusannya. Kalau Ayu pilih kampusnya, jurusan apapun tidak masalah. Sedangkan kalau Ayu pilih jurusannya, kampus manapun ngga masalah. Iya ngga?”

Disitu aku jadi berpikir, iya ya, mana yang mau kita fokuskan. Kemudian, aku berpikir untuk memilih jurusannya, dimanapun aku berkuliah tidak masalah. Toh, tujuanku adalah ingin mendalami studinya, bukan untuk sebuah prestige tertentu. Aku memindai diriku, mana kira-kira mata pelajaran yang aku senangi dan aku memiliki nilai yang baik disitu. Terpilihlah Biologi.

Karena SNMPTN menyediakan 3 slot untuk memilih, maka dari itu aku mencari lagi, mana pelajaran yang aku sukai. Lalu terpilihlah Geografi. Mata pelajaran yang pernah aku pelajari saat di kelas 1 SMA dulu. Kelas 2 dan 3 tidak ku pelajari lagi mata pelajaran tersebut, karena aku masuk di jurusan IPA.

Tadinya, hanya Pend. Biologi dan Pend. Geografi saja yang aku pilih, tidak tahu harus pilih apa lagi. Dengan tujuan kampus yang sama, yakni UPI. Tidak sama sekali terpikir ITB sampai suatu hari ada mahasiswa ITB berkunjung ke sekolahku untuk penyuluhan dan mengenalkan AMI (Aku Masuk ITB).

Kaka-kaka mahasiswa ITB itu menjelaskan banyak hal tentang ITB, fakultasnya, fasilitasnya, lulusannya, kuliahnya bagaimana, disitu aku baru tahu ada SITH-S (Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Prog. Sains) yang dibawahnya ada jurusan Biologi dan Mikrobiologi. Sontak aku tertarik, karena sebelumnya yang aku tahu ITB itu untuk anak yang senang dengan teknik, jago eksakta, untuk anak-anak pintar yang sering juara kelas, berprestasi dan waw pokoknya. Aku mengarah kepada jurusan Biologinya. Ya, biologi. Alhasil, ITB menjadi referensi kedua kampus yang ingin aku tuju.

Kabar burung pun mengatakan bahwa ITB tidak mau ditempatkan diposisi selain pertama di SNMPTN, maka dari itu, kata “Oh?!” adalah kata yang pertama kali aku ucap saat seorang teman mengatakan demikian. Terlalu banyak berpikir, aku baru selesai mendaftar SNMPTN H-1 penutupannya. Wkwk

Oke, kembali lagi ke asrama….

15 menit lagi menuju adzan maghrib, kami, baru selesai agenda muhasabah (katakanlah..) dan training untuk penguatan kita nanti setelah pengumuman. Kami berbondong-bondong masuk ke dalam kobong (kamar) kami, kemudian segera menyalakan laptop dan handphone. Sedari tadi, hape Samsung putih flip milikku bergetar terus, sudah belasan SMS masuk menanyakan perihal pengumuman ini.

Ku nyalakan laptop kemudian, menunggu loading yang lamaaa sekali, saking lamanya aku berinisiaitif untuk menyapu sekitaran tempat tidurku dan lemari baju. Beberapa menit kemudian, aku melihat ke layar laptop dari kejauhan, “Hijau?” warna yang ku lihat. Segera ku dekati layar, karena mata minus ini tidak mengizinkan untuk melihat lebih jelas dari kejauhan. Kemudian aku melihat…





**


     “.. Pada suatu hari nanti
          suaraku tak terdengar lagi
         tapi di antara larik-larik sajak ini
        kau akan tetap kusiasati ..”

Bulan Juli entah Agustus pertama kalinya aku jauh dari rumah. Ya, saat itu aku pindah ke asrama karena aku adalah penerima bidikmisi, dan diwajibkan untuk mengikuti rangkaian acara PPKM khusus untuk semua penerima bidikmisi. Aku tinggal di asrama Sangkuriang, yang letaknya di Cisitu, tak begitu jauh dari kampus ITB, hanya berkisar 15-20 menit jika berjalan kaki, atau bisa lebih cepat dari itu.

Pengalaman pertama jauh dari orangtua adalah: tidak betah. Yang pada mulanya sarapan tiap pagi sudah disediakan Mama, kini aku harus membeli di luar, atau malamnya sudah mempersiapkan biar tidak usah repot makan pagi diluar. Yang semula tiap sebelum subuh ada yang membangunkan, sekarang saking tidak nyenyaknya, aku sulit tidur dan bangun tidur selalu lebih awal sendiri. Kabar baiknya, mungkin jadi memacu untuk terus bisa melaksanakan qiyamul lail

Ditambah lagi lingkungan di asrama saat itu didominasi oleh anak rantauan dari pulau Jawa lain, otomatis kebanyakan disini memakai Bahasa Jawa atau bahasa sukunya masing-masing, sedangkan aku sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Aku merasa tersisih waktu itu, hehe. Sangat sedikit yang berasal dari Bandung atau kabupaten Bandung, tidak terlacak juga oleh mataku. Aku tidak punya teman akrab, yang bisa diajak bicara dan bersama-sama. Karakterku yang ceria dan ekstrovert pun mulai terkikis lama-lama hingga tingkat 2 awal. Karena aku belum menemukan kenyamanan dalam bergaul atau bersosialisasi dengan yang lain.

Aku memutuskan untuk pindah dari asrama dan tinggal di kos bersama teman SMP-ku, Hasna, didaerah Dipati Ukur. Itupun dengan biaya yang hampir semua ditanggung oleh ibunya Hasna. Selama hidup 1 bulan saja di kos, aku merasakan beberapa pengalaman yang sebelumnya tidak ku dapatkan. Seperti, ada jadwal mencuci dan memasak masing-masing. Beruntungnya, tempat kos ku memiliki mesin cuci yang digunakan bersama, bangunannya pun masih baru, tidak seperti kos-kosan, tapi rumah biasa, cukup bagus, 2 lantai, tidak begitu sederhana, terkesan cukup mewah tapi harganya masih terjangkau. Untuk jadwal memasak, aku mendapat jadwal di hari Jum’at. Dimana pada hari itu aku harus pulang lebih awal untuk memasak porsi besar supaya mencukupi untuk semua penghuni kamar kos. Waktu itu, ada sekitar 6-7 orang.

Satu hal yang aku bahagiakan saat hidup ngekos adalah, berat badanku naik. Yang dahulu aku agak kurus, sudah mulai berisi. Entah efek apa, haha. Aku pikir mungkin karena kebiasaanku berjalan kaki ke kampus, kemudian makan sehari 4 kali, dan supply makanan di kos yang sangat memadai. Karena sebetulnya lebih tepat dikatakan sebagai asrama daripada kos. Kami menyebutnya ‘dershane’ (entah ini penulisannya benar atau tidak ya). Pemilik rumah serta pimpinan asrama kami adalah orang Turki yang sedang kuliah di Indonesia. Aku menyebut pimpinan rumah kami dengan sapaan “Abla” yang artinya adalah kaka. Esna, namanya. Esna Abla, Kaka Esna. Tinggi, putih sekali, cantik, ramah, lembut, dan pintar memasak. Seringkali kulkas rumah kami dipenuhi dengan makanan turki, wkwk. Seperti sup krim bermacam rasa, buah zaitun, teh Turki yang enaknya minta ampun, lalu keju dari Turki, nah ini makanan favoritku. Keju putih yang lezat! Sekali makan bisa habis berapa bungkus. Wkwk. Apa lagi ya, aku lupa saking banyaknya. Sisanya adalah makanan-makanan untuk persedian kami memasak selama seminggu. Aku sering disuguhi makanan yang aneh-aneh di rumah ini, kebanyakan makanan yang manis. Nafsu makanku pun tidak berkurang ketika jauh dari rumah, cukup stabil bahkan meningkat. Walau pengeluaran jajan dalam sehari bisa sampai mungkin 15-20 rb, orangtuaku tidak mempersalahkan karena tahu uangnya habis dipakai makan bukan untuk ‘dibuang-buang’.

Pengalaman selama OSKM, kemudian memulai perkuliahan, aku masih belum meninggalkan pikiran linglungku. Seperti malam setelah pengumuman SNMPTN itu, aku tidak bisa tidur. Aku gelisah, dan seolah tak percaya. “Saya udah mau jadi mahasiswa. Saya lolos ke ITB. Ini bener ya Allah?” Ada kekhawatiran, ketakutan, rasa syukur, bahagia, cemas, semuanya bercampur aduk. 

Pertama menginjakkan kaki di kampus ini pun, aku sudah terserang “stress” wkwk. Entah bisa dibilang stress atau apa ya, aku tidak biasa melihat perempuan yang tidak menggunakan kerudung (hehe, maapkan), adapun yang memakai kerudung tapi pergaulannya dengan laki-laki seolah tanpa batas. Aku kaget dan belum terbiasa dengan lingkungan baru yang seperti ini. Karena aku berasal dari MA, dimana semua perempuan menggunakan kerudung, dan tidak begitu bagaimana pergaulannya dibandingkan yang ku lihat pertama kali di kampus ini.

Aku baru terbiasa setelah 1 semester berjalan. Itupun dengan langkah kaki yang sudah terseok. Bisa disebut, akademikku di tiga mata kuliah, masih kurang. Matematika, fisika dan kimia. Sisanya, aku bisa survive.

Dan ketiga mata kuliah itulah, yang jadi masalah besar untuk keberadaanku di ITB ini. Ya, kalian bisa menebak sendiri.

Selama 2 semester pertama, aku sudah menabung pelajaran untuk diulang, hehe. Yaitu matematika semester 1 dan 2, kimia 1 dan 2, dan fisika 1. Alhamdulillahnya fisika 2 itu lulus walaupun dengan indeks yang pas-pasan.

Jika diceritakan perjuangan menghadapi ketiga matkul kelemahanku itu, akan sangat panjang, hehe. Dan mungkin nanti ditulis di postingan terpisah saja kalau memang kepo :’)

Sudah kering air mata bisa dibilang. Badan pun semakin kurus, mata panda kian terbentuk. Bahkan berat badan sampai mencapai 33 kg saat itu. Sering sakit-sakitan. Kondisi saat itu aku sudah pulang pergi dari rumah ke kampus menggunakan sepeda motor. Jaraknya sekitar 11 km, selang 30-1,5 jam, karena daerah menuju kampusku adalah daerah macet.

1 tahun menjalani masa TPB (Tahap Persiapan Bersama) yang sebelumnya tak ku cari tahu informasinya. Aku tidak tahu kalau di ITB ada istilahnya belajar lagi pelajaran SMA yang lebih-lebih, seperti ketiga matkul itu. Innalillah, polos banget waktu itu…

Sejak awal memang kemampuan eksakku tak begitu bagus, dasarku kurang, dan di MA, tak begitu dalam mempelajarinya seperti sekarang ini. Aku tak pernah ikut bimbel, dan gaya belajarku dahulu cenderung santai.

Mungkin itu kelirunya dan kekuranganku, tidak cepat beradaptasi dalam hawa akademik di ITB dengan teman-teman yang jauh lebih pintar. Aku sadar hal itu.

Naik ke tingkat 2 membuatku galau luar biasa. Apa aku hendak lanjut kuliah disini atau tidak. Kepribadianku berubah 70%. Aku menjadi pribadi yang tertutup, pendiam, dan pemurung. Aku pasif dalam kegiatan kepanitiaan di kampus maupun di salman, punya UKM pun tidak aku prioritaskan, hanya sekedarnya saja. Hidupku linglung. Penuh ketidakpastian. Tidak tahu maunya apa dan bagaimana. Tidak punya arah. Hampir putus asa. Berat sekali rasanya.

Beasiswa bidikmisiku sudah mengirimkan SP 2 kepadaku, IP ku tidak sampai angka minimal untuk lulus TPB dan lolos IP minimal beswan bidikmisi, untuk lanjutpun aku ragu kelak akan di keluarkan karena nilaiku yang masih buruk. Aku tidak punya teman bercerita saat itu. Hanya sendiri. Orangtua pun tak aku izinkan untuk mengetahui lebih dalam, karena aku tahu bahwa itu akan mengecewakan mereka, membuat sedih mereka.

Sampai mama pernah mengatakan, “Udah Ay, kalau gak kuat mah gapapa. Jangan maksain. Daripada Ayu kayak gini. Mama gak mau lihatnya. Stress sendiri, pusing sendiri. Iya mama gak tau emang gimana hidup jadi mahasiswa, tapi kalau jadinya sakit-sakitan gini mah mau gimana…..”

Disisi lain ada bapak yang selalu menyemangatiku. Bapak mengatakan, “Ay, bapak tahu kok ayu bukan anak saintis. Ayu mah anak sosial. Apa da Ayu mah memang ngga begitu bisa untuk pelajaran-pelajaran hitungan gitu. Bapak tahu. Tapi Ayu tahu ngga apa maksud Allah masukin ayu ke ITB?”
Aku menjawab, “Ngga tahu. Apa gitu?”

“Allah itu hendak menunjukkan kekuasaanNya, rahmatNya. Kalaulah Ayu yang gak bisa apa-apa gini bisa masuk, Ayu yang serba terbatas gini bisa lolos, kun fa yaa kun. Kalau Allah udah berkehendak, siapa yang bisa mencegah? Hanya Allah yang bisa membuat kita sukses, bukan diri kita sendiri.”

“Udah, sekarang mah jangan galau lagi. Lanjut mah lanjut aja. Ini bukan akhir. Masih ada kesempatan kan?” , lanjut bapak.

“Iya masih, tapi terakhir banget nanti tuh.” , kataku

“Iya gapapa, lanjut dulu aja sampa akhir. Sampai benar-benar mentok, udah gak bisa apa-apa lagi. Inget Ay, bukan karena besarnya gunung yang membuat kita tersandung, tapi karena kecilnya kerikil yang membuat kita tergelincir.”


***


Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti dulu, biarkan aku sejenak…
Terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi sebelum kau sapu
tamanmu setiap pagi…
(Hatiku Selembar Daun oleh Sapardi Djoko Damono)


Kau tahu, ada saja orang-orang yang hadir untuk memberi arti. Bukan datang untuk pengalaman sekedarnya saja. Tapi benar-benar, seperti perpanjangan tangan Allah, untuk membantu kita berdiri dan tegak kembali.
Merekalah, yang kita sebut sebagai, sahabat.

Allah mengenalkanku dengan seseorang dari jauh, dari sebrang pulau sana, untuk menjadi penguat dan penyemangat hari-hariku. Dialah sahabat dunia mayaku.

Ditengah kebimbangan yang kian merebak, untuk pertama kali dalam hidup sebagai mahasiswa aku memiliki teman bercerita. Untuk pada akhirnya ku sampaikan masalahku. Aku percaya padanya.
Dia memberikan saran-saran dan menjadi opsi bagiku untuk memilih mana yang terbaik. Dia membantuku untuk melihat sejauh mana masalahku ini harus diselesaikan. Ada energi baru dalam hidupku semenjak mengenalnya. Dia yang ternyata berjuang begitu kerasnya untuk bisa masuk ke kampus ini, kampus ITB yang jadi impiannya sejak lama.

Aku begitu malu pertama-tama, karena disatu sisi ia amat memperjuangkan untuk meraih impiannya tersebut, disisi lain ia harus membantuku untuk tidak menyerah begitu saja dengan takdirku di kampus ini. Aku yang nyaris angkat tangan, akhirnya bersedia kembali merentangkan tangan. Berusaha menerima semuanya, mengikhlaskan segalanya, bahwa memang seperti inilah seharusnya jalan hidupku. Jalan hidup yang berbeda dari sebelumnya.

Jika sejak TK-SMA akademikku baik-baik saja, bahkan bisa disebut memiliki beberapa prestasi di kelas maupun di sekolah, sekarang di ITB aku menemukan banyak orang seperti diriku atau bahkan jauh melebihi diriku. Maka Allah mengujiku disitu, dengan hal yang sebelumnya tak pernah aku rasakan. Berada di titik terendah dalam hidup.


Akhirnya, aku memutuskan untuk lanjut berkuliah di ITB. Dengan tekad, aku harus lulus TPB!
Perlahan, kondisiku membaik. Aku mulai bersemangat kembali. Aku menjalani perkuliahan seperti biasa. Hadir di kelas, belajar, tutorial, beragenda di kampus, main ke salman, memperbaiki ibadah, ikut mentoring/halaqah seperti biasa dan sebagainya.

Sampai pada akhirnya musim ujian tiba. Aku mulai terserang panik dan ketakutan kalau-kalau nilaiku jelek lagi. Aku ditenangkan oleh sahabat dunia mayaku itu, dan beberapa teman sejurusan yang mulai dekat denganku, Aisyah dan Shaffa. Mereka berdualah, sumber keceriaanku di kampus ini.

Skip. Sampai ke kemunculan indeks prestasi. Dan ternyata, masya Allah. :’) nilai mata kuliah mengulangku masih E. disitu, aku sudah mati rasa sepertinya, tidak lagi ada tangis, hanya senyum, kemudian memejamkan mata. Menghela nafas.

“Ya Allah, aku sudah berusaha semampuku. Kalaulah, aku memang masih patut disini maka bantulah aku lagi. Jika memang disini bukan lagi tempatku, maka tolong berilah tempat lain yang jauh lebih baik dari ini.”

Luka-luka di dalam lembaga,
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.

Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
(Hai Kamu! Oleh WS. Rendra)

Liburan kenaikan semester 4 pun aku isi dengan kegiatan yang mampu menyegarkan otakku. Aku mulai menulis kembali, aku mulai membaca buku lagi, aku mulai menonton film favoritku lagi, aku mulai beragenda di salman lagi. Selebihnya, aku masih gusar perihal akademikku di ITB. Semester 3 ini adalah kesempatan terakhirku. Mata kuliah yang mengulang masih saja tidak lulus. Tidak ada kesempatan untuk memperbaiki lagi. Jikapun mau, aku harus mengikuti SP (Semester Pendek) dengan biaya yang tak sedikit. Belum lagi sepertinya Surat Peringatan dari Bidikmisi pun akan turun lagi. Hahh…… 

Kembali aku mempertimbangkan apa hendak lanjut bertarung lagi di semester 4 ini atau tidak. Shalat istikharah berulang kali ku lakukan, meminta saran dari guru mengaji dan teman-temanpun aku lakukan. Tapi hatiku lebih condong untuk tidak karena kemungkinannya sangat kecil untuk bisa lulus.

Tapi takdir berkata lain, tiba-tiba Kak Ayub, aku menyebutnya, menghubungiku, dan memintaku untuk bergabung menjadi pengurus GAMAIS 2017, dibagian Bidang Kajian. Masya allah.
Selama ini aku berdo’a, supaya aku ditemukan dengan orang-orang yang shalih dan lingkungan yang mendukung untuk membuatku ta’at kepada Allah maupun kondusif untuk berdakwah. Dan.. jeng jengg!! Allah baru menjawab do’aku hari itu.

Sudah sejak lama aku merasa hampa, kosong, dakwah tak lagi jadi poros kehidupanku. Aku terlalu disibukkan dengan urusan dunia, hingga aku lupa tugas dan kewajibanku selama ini.
Allah memberiku jawaban dengan tawaran amanah ini. Ya rabb, bagaimana ini? Mengapa baru ketika aku memutuskan untuk berhenti disini tetapi Engkau menarikku kembali?

Setelah ku pertimbangkan, dan berhusnudzan bahwa Allah masih ingin aku terus berjuang, akhirnya ku terima tawaran itu. Bismillah.

**** 

Semester 4. Aku hanya diperbolehkan untuk mengambil mata kuliah mengulangku saja oleh dosen wali. Tidak dengan mata kuliah jurusan, itu artinya aku tidak akan bertemu dengan teman-teman sejurusanku lagi. Aku benar-benar sendiri. Dengan orang-orang asing disekitarku. Adik tingkat semuanya. Dan jika kelas malam, aku bisa bertemu dengan orang-orang satu angkatan denganku. Hehe.

Kelas malam? Ya, ada kelas malam. Aku lupa menceritakannya tadi. Kelas malam itu khusus angkatan 2015 yang mengulang pelajaran Kimia. Dosennya sendiri adalah dosen terbaik yang ku ketahui, Bu Lubna dan Pak Han.

Aku jadi lebih-lebih pendiam dan kurang bergaul, wkwk. Aku lebih senang menghabiskan waktu istirahatku di Masjid Salman. Entah itu untuk shalat sunah maupun baca buku. Namun seringkali aku bertemu dengan Aisyah. Kebetulan jenis apa yang membuat hati selalu senang. Tanpa janji ataupun kabar, kami hampir selalu bertemu di Salman. Canda dan tawa menghiasi hari-hari menjenuhkanku di kelas, aku tak lagi merasa sendiri sebab ada Aisyah.

Di GAMAIS pun, aku banyak mengenal teman-teman yang luar biasa. GAMAIS pun telah menjadi jalan untuk memperatkan aku dengan Shaffa dan Aisyah yang ternyata mereka adalah pengurus GAMAIS 2017 juga. Alhamdulillah….

Banyak orang yang mengimpresiku, menginspirasi dan membuat hidup lebih bermakna (ceilehh), ada kak Nadine dengan sifat lemah lembutnya, kak Ririn dengan karakter manja-manja gemas wkwk meskipun begitu ia adalah orang terkuat yang pernah aku tahu, sangat bertanggung jawab untuk hal yang menjadi urusannya. Kemudian ada kak Wali dan kak Aroma, yang tak henti mendukung dan memberi nasehat untuk kami semua. Juga teman-teman GAMAIS yang lain yang belum ku sebutkan namanya. Aku bersyukur sekali bisa mengenal kalian semua. :’) Barakallahufikum….

Bulan Maret pun tiba, itu artinya masa UTS mulai menerjang. Aku sudah siapkan beberapa amunisi dan perbaikan dari belajarku sebelumnya. UTS 1 aku kerjakan dengan sebaik mungkin. Namun, rupanya, ….. setelah diketahui hasilnya, nilaiku semakin memburuk :’(
Masih jauh dari angka minimal kelulusan, dan disitu….. aku terjatuh lagi.


*****

   “ .. Pada suatu hari nanti
       impianku pun tak dikenal lagi
      namun di sela-sela huruf sajak ini
     kau tak akan letih-letihnya kucari.”

Ku seka air mataku kali ini. Ya, aku menangis lagi. Memikirkan kemungkinan terburuk, yakni aku harus pergi. Menjadi berat rasanya karena sekarang aku sudah menemukan “mereka”, kawan-kawan shalih di ITB. Dan waktu yang sudah ku habiskan selama 2 tahun di kampus ini, bukan waktu yang sebentar untuk memulai kembali.

Aku ingin tetap berkuliah. Bagaimanapun jalan baiknya.
Aku tidak lagi berharap-harap, realistis saja. Dengan nilai yang masih seperti ini, aku tidak akan mampu lanjut lagi ke tingkat 3. Kalaupun aku masih melanjutkan sampai UTS 2 dan UAS, itu hanya akan membuang waktu tanpa ada jaminan apapun aku akan lulus atau tidak.
Ya, begitu singkat kata pemikiranku beberapa bulan yang lalu.

"Jujur, saya tak silau dengan ITB. Kuliah dimanapun, adalah ibadah. Tak ada yang menjamin keberhasilan kita hanya karena kita kuliah di tempat A atau di tempat B. Tidak ada. Semua bergantung kepada diri kita masing-masing. Ingat juga, Ayu punya potensi yang harus ayu lejitkan. Saya tahu selama ini potensi Ayu itu jadi dipendam dan gak keluar. Karena Ayu mempelajari hal-hal yang tak begitu Ayu senangi. 

Sudah pernah saya bilang bukan saat itu. Ayu mungkin saja lolos ke ITB, tapi untuk bertahan di ITB, saya ragu. Maaf nih bukan saya meragukan Ayu. Tapi saya tahu kapasitas Ayu. Saya kenal Ayu. Saya tahu Ayu gimana orangnya, saya membaca itu bertahun-tahun.

Dan sekarang, Ayu datang dengan kondisi yang sudah seperti ini. Gak apa-apa Yu, yang berlalu, udah aja selesai. Sekarang gimana caranya Ayu bangkit lagi dan memulai itu dari awal. Gapapa Ayu kesannya ketinggalan dari teman-teman Ayu, gak apa-apa Ayu jalannya jadi lebih lambat daripada orang lain. Inget lagi tujuan hidup kita. Inget lagi idrak sillah billah (kesadaran hubungan dengan Allah) kita." , nasehat musyrifahku (guru mentoring) itu terus teringat di otakku.

Bulan Mei, pertengahan kalau tidak salah, saat hendak memulai UTS 2, aku mulai off kuliah, dan memutuskan untuk ikut SBMPTN 2017.

SBMPTN 2017 adalah kesempatan terakhir bagi lulusan 2015 untuk mengikutinya. Selama 1 tahun terakhir, aku mulai menemukan apa yang sesungguhnya aku cari dan aku mau. Jika saat SMA kelas 3 aku masih meraba-raba, saat ini sudah tidak lagi. Usiaku sudah menginjak 20 tahun, sudah bukan waktunya bimbang menentukan masa depan. 

Aku ingin jadi seorang guru. Kedua, profesi utamaku kelak adalah menjadi ummu warabatul bait (ibu rumah tangga), konon pekerjaan yang paling mendukung untuk menjadi ibu rumah tangga adalah guru. Ketiga, aku senang studi yang mempelajari manusia dan ingin konsen ke bidang pendidikan. Keempat, aku senang anak-anak dan senang berinteraksi sosial. Dan terakhir, Universitas Pendidikan Indonesia itu masih menjadi kampus impianku.

Oleh karena itu, aku mendaftarkan diri di SBMPTN 2017 untuk memperoleh kembali takdirku. Aku ingin kuliah. Pokoknya aku ingin kuliah. Aku harus! :) 

Dengan restu orangtua, aku memilih PGSD UPI sebagai pilihan pertamaku, kedua dan ketiganya adalah UIN SGD jurusan Psikologi dan UIN SGD jurusan Jurnalistik.

2 minggu lagi menuju SBMPTN, dan aku belum memulai belajar. Aku masih mengurusi sesuatu yang lain. Beruntungnya, buku-buku pendukung telah disediakan di rumah, hibah dari ibunya temanku, Rizal, seorang Dosen UGM yang ku kenal baik hati dan amat pengertian :’)

3 hari lagi hari H. Aku baru mulai membaca materi, dan sedikit latihan soal. Aku pun mendapat bimbingan untuk mata pelajaran matematika dasar dari kaka tingkatku di ITB. Beliau amat sabar dan baik karena mau meluangkan waktu untuk mengajariku disela-sela kesibukan pasca wisudanya.

Hari pergulatan pun datang, untuk membaca pengalamanku saat SBMPTN ini, silahkan baca postinganku di blog ini yang judulnya “Pertarungan Antar Waktu” , hehe
 
ruangan saat saya mengikuti SBMPTN




Usai SBMPTN, aku berinisiatif untuk mengikuti tes seleksi beasiswa kuliah ke Timur Tengah yang diselenggarakan oleh Kementrian Agama khusus untuk siswa lulusan MA dan pesantren. Itu artinya, aku harus kembali mempelajari Bahasa Arab yang sudah 2 tahun aku tinggalkan dan menghafal surat untuk memenuhi kriteria, minimal hafal 3 juz katanya.

Waktu persiapan hanya 3 hari, aku benar-benar ngebut!
“Inilah ikhtiarku, mudah-mudahan ada rejekinya disini.” , pikirku


******


Tanggal 8 Juni adalah pengumuman seleksi beasiswa kuliah ke Timur Tengah. Dan rupanya, rejekiku tidak disana.
Tanggal 13 Juni adalah pengumuman SBMPTN. Dan masya Allah. Hasilnya…



Sujud syukur, kemudian memeluk kucingku adalah hal yang pertama-tama ku lakukan. Ba’da ashar, hilang sudah semua kegelisan serta kegundahanku.

Allah memang terlalu baik, selalu begitu. :’) aku diberi kesempatan kedua. Alhamdulillah ‘ala kulli hal.

Segera ku kabari orangtua dan teman-teman tertentu yang bertanya (yang sudah mengetahui kisahku) saat itu juga.

*******


waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di
belakang

aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang

aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara
kami yang harus berjalan di depan

(Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari oleh Sapardi Djoko Damono)

Terkadang terpikir, mengapa Allah mengizinkanku untuk berkuliah di ITB selama 2 tahun jika pada akhirnya aku akan pergi darinya?


“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)


Sekilas ada permainan takdir, tapi aku tak menyesal sama sekali.

“Kenapa gak dari dulu atuh ya masuk ke UPI teh, malah belok dulu ke ITB.” , kata Mama. Aku hanya tertawa ringan.

“Kalau dari dulu Ayu di UPI, ngga mungkin Ayu bisa kenal temen-temen Ayu sekarang.” , jawabku

Bukan karena akan kehilangan kenyamanan dan kelengkapan fasilitas pendidikan yang ada di ITB yang menjadi ketakutanku, tapi aku takut akan jarang bertemu dengan mereka, teman-teman GAMAIS, teman-teman Female HATI, teman-teman Lingkar Sastra, dan teman-teman jurusan Biologi. :”

Maka dari itu, aku berazzam, kalau aku sudah bisa meng-keep akademikku di kampus baruku nanti, aku akan tetap aktif di Masjid Salman. Dan sesekali berkunjung ke dalam kampus ITB.
Semoga terwujud! Aamiin.

Akhir kisah,

Untuk teman Biologi 2015 dan kaka tingkat se-Nymphaea

Maaf jika untuk kedepannya teman-teman akan jarang melihatku duduk manis di kelas yang sama dengan kalian. :’) Terima kasih ya untuk kenangannya selama ini. Aku senang bisa berjuang bersama kalian. Jadi ingin kulap lagi hehehehe. Cuma sekali (satu semester saja) kesempatan bisa kulap sama kalian ya :’) sedih…. 

Oya bentar lagi masuk tingkat 3. Semoga makin rajin dan nilainya oke oke ya, ah aku percaya sama kalian. :) kalau udah wisuda, jangan lupa kabar-kabar ya!

Dan untuk kaka-kaka Nymphaea, maaf ya Ayu jadi jarang menghuni sekre lagi semenjak semester 4, dikarenakan waktu yang sulit dan ruang kuliah yang bukan disekitaran labbir. Biasanya kaka-kaka seneng lihat Ayu ada didepan sekre, duduk, nyalain laptop, kerjain laporan, atau baca buku, main hape atau ngobrol sama beberapa teman. Maaf juga gak begitu aktif di himpunan. :( karena beberapa hal yang bikin sulit untuk sering aktif, selebihnya memang karena akademikku yang menuntut perhatian lebih. Semoga studi kaka-kaka dilancarkan dan dimudahkan untuk segera wisuda. aamiin :) 

Untuk teman GAMAIS 2017

Ah, aku kan sudah pamit waktu itu wkwkwk, udah ku sampaikan juga gimana kondisiku saat itu. Namun sayang, tidak semua hadir ya waktu itu. Ya mungkin dengan membaca ini teman-teman akan tahu kronologi dan ceritanya, hehe. Maaf ya kalau kepanjangan. Tapi insya allah, aku bakal bareng kalian sampai akhir. :’) mudah-mudahan Allah mengizinkan.

Tetap growing dan inspiring ya! Sesuai tagline (atau apa ya namanya wkwk) kepengurusan kita. Moga GAMAIS makin barakah dan jadi wasilah mahasiswa muslim ITB maupun mahasiswa umum untuk semakin kenal dengan agama ini ya, yosh!

GAMAIS sudah jadi rumahku, ketika aku merasa berjalan terlalu jauh, pada akhirnya aku akan kembali kepadamu, :') aku merasa berada di rumah saat bersama kalian. Uhibbukum fillah....

Untuk adik-adik kelas atau adik tingkat yang kenal teteh/kaka di MAN 2 Bandung, atau di ITB itu sendiri, atau kenalan teteh/kaka selama ini

Inilah kehidupan teteh/kaka :’) ngga mulus sesuai prediksi kalian, hehe. Kadang teteh/kaka malu kalau ngasih saran soal kuliah sama kalian, da teteh/kaka mah apa atuh kuliah juga belum berjaya wkwk masih terseok, rasanya ngga pantes buat nasehatin kalian. Malah kayaknya teteh/kaka yang perlu banyak penguatan. Tapi gimanapun juga, kalian harus tetap SEMANGAT ya dan jangan KALAH sama UJIAN. Menanglah! Jadikan masalah-masalah hidup yang ada, atau yang akan datang, jadi pembelajaran berharga. Raup hikmah sebanyak-banyaknya. Perbaiki ibadah dan tingkatkan amalan sunnahnya. Deket-deketlah sama temen-temen yang ilmu agamanya bagus, semoga nular ta’atnya dan jangan sesekali jauh dari Allah. Jangan banget! Oke?

Maaf ya teteh/kaka belum jadi contoh yang baik buat kalian, tapi semoga kalian bisa belajar dari pengalaman hidup teteh/kaka yang ini ya :’)
Makasih udah jadi adik-adik yang baik untuk teteh/kaka. Teteh/kaka seneng bisa deket sama kalian.



Untuk Orangtua

Maaf ya Ma, pak, jadi urutan keberapa ditulisnya, tapi beneran kok kayaknya ngga perlu ditulis. Hehe, cukup jadi urusan rumah ya pembicaraan kita mah, hehe ^^v maaf ya kalau anakmu jatuhnya jadi lama untuk ngasih rumah, wkwk. Lulus kemungkinan 25 tahun nanti, sabar aja ya. Pasti ada waktunya. Gak perlu galau sekarang. Doain studi anakmu ini lancar dan barakah. Aamiin.

Untuk teman-teman dunia maya yang sempat mengenal seorang Ayu Saraswati

Heheheyy, ketemu lagi. kaget ya? Maaf kalau tiba-tiba dan ngga ngasih banya kabar. Moga bisa memahami aku yang masih jadi tokoh fiksi kalian ya? Ingin banget suatu hari nanti bisa ketemu. Ngobrol secara langsung, ketawa bareng, dan jalan-jalan bareng. Untuk saat ini, beginilah kondisiku. :’) aku akan memulai HIDUP yang BARU lagi. doakan sukses! Semoga berbalik juga do’anya untuk kalian.


Untuk teman-teman halaqah dan lintas halaqahku yang sama-sama menjadikan dakwah sebagai poros hidupnya

Assalamu’alaikum ukhtiii :D! hehe, lama tak bersua dan sudah dapat kabar begini. Semoga teman-teman berada dalam kondisi fisik dan keimanan yang baik. Insya allah, ada lahan dakwah baru nih hehehe. Doakan moga bisa survive dan banyak yang tersentuh dengan islam :’) maaf kalau temen-temen sering lihat aku khilaf atau lalai, jangan ragu untuk ingetin ya. Semoga dakwah temen-temen tetep mantep ya! Aamiin.

Untuk teman-teman Lingkar Sastra

Duh gak enak, semenjak semester 4 jadi jarang nongol lagi di sekre atau aktif nulis puisi dikirim ke email LS, hehe. Makasih banyak untuk kesempatan belajar dan mengenal teman-teman semua. Aku banyak tahu dan banyak belajar jadinya terutama soal perpuisian wkwk. Banyak dari temen-temen yang udah mahir banget, salut deh!

Oya mau sedikit pengakuan, waktu itu negberaniin diri untuk tampil muisi di depan panggung itu karena sadar bahwa waktuku gak banyak lagi untuk jadi mahasiswa ITB, maka dari itu aku ingin sedikitnya ada kenangan yang bisa diingat hehe ^^v maaf loh ya kak Wahyu dan Kak Isyraf. hehe

Seneng bisa belajar sastra bareng kalian!

Untuk guru-guru di MAN 2 Bandung

Assalamu'alaikum, Pak, Bu, gimana, sehat? :) makin asik ya sekarang sekolah kita udah lebih bagus dan lebih maju dari sebelumnya. Pak, Bu, maaf ya Ayu memilih jalan ini, terutama kepada Bunda Asfarneli, Bu Nunuy, Bu Siti, Bu Kokom, Bu Hera, Bu Rika, Bu Heni, Pak Ujang, Pak Suherman, dan Pak Momon yang sudah jadi penyokong terhebat untuk hidup Ayu. Jazakallah wa jazakillah untuk pengajarannya selama ini. Ibu dan Bapak tidak hanya mengajarkan pelajaran akademik selama di SMA, tapi Ibu dan Bapak juga mengajarkan pelajaran hidup untuk Ayu, khususnya dalam hal masa depan. :') barakallahu lakum...

Terakhir,
Untuk seseorang yang tidak ku ketahui namanya dan ada dimana

Halo, :) gimana kabarnya? Masih sabar dan masih belajarkah? Hehe. Gimana keimananmu? Masih oke? Lagi sibuk apa? Sekarang dimana? Ah, kamu gak bakal bisa jawab. Aku juga gak tahu apa jawabannya, wkwk. Kamu misteri yang paling akut buat aku pikirkan maka dari itu aku abaikan sejenak. Dan sekarang mau sapa-sapa dikit, karena siapa tahu kamu baca ini suatu hari nanti. Wkwk.
Kapan ya kita bisa kenal dan bisa ketemu? Pada saat apa dan dimana. Aku harap kita bertemu saat semua sudah siap dan mantap. Agar tak perlu ada banyak cerita ‘menye-menye’ , cukup datang, jabat tangan ayahku, dan sah!
Wkwkwk ngarep!

Aku yakin ada waktu yang tepat suatu hari nanti. Untuk saat ini mungkin kita jalan masing-masing ^^
Sekarang, aku masih belajar untuk jadi anak yang baik bagi orangtuaku. Jadi teman yang setia bagi kawan-kawanku, jadi mahasiswa yang baik untuk dosen dan kaka tingkatku, jadi kaka yang bener buat adikku, terlebih jadi hamba Allah yang berusaha terus untuk meraih derajat tertinggi dihadapanNya. Sebelum semuanya bertambah, menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anakmu. (huekk! …  maaf maaf)
Tapi, mari aamiin-kan. Aamiin.

Akhirul kalam, lirik lagu dari Banda Neira ini cocok jadi closingnya ^^
oya tulisan ini memang dikhususkan bagi mereka yang kenal Ayu Saraswati, biar tidak kaget kenapa Ayu tiba-tiba hilang dari peredaran bumi ganesha wkwk atau jadi pindah ke beda universitas hehe. Yaudah, gitu aja. :) 



Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti

Wassalamu’alaikum Warahmatullah. See you on the top! (and a way to go) :)

*) note:
- Maaf nulisnya banyak yang tidak sesuai dengan kaidah kepenulisan ^^v
- Maaf kalau ceritanya kurang apik dan runut disampaikan
- Maaf kalau kepanjangan hehe, karena saya tidak mengurangi sedikit pun inti ceritanya
- Selamat! dan terima kasih bagi yang sudah sabar membaca dari awal sampai akhir :)
- Terima kasih untuk Pak Sapar, Bang Rendra dan Banda Neira sudah menginspirasi saya dalam mendukung tulisan ini 
 

Bandung, 17 Juni 2017

Komentar

  1. Masya Allah !... salah tanggap di awal dan udah baca ceritanya dari awal sampai akhir dan ternayata mengulang kuliah dari awal lagi... Kaget sekaligus kagum ^^..v Barakallah !

    kisah ini (bagi saya) membuka mata dan pikiran juga menuai pertanyaan yang minta dijawab, "Apakah kuliah menjamin kita sukses?" dan terjawab sudah lewat postingan ini dengan kata "tidak !".

    Di akhir kelulusan MA dulu, sering banget dapat nasihat dari ortu atau guru-guru untuk belajar giat yang dengan itu mudah-mudahan harapannya bisa diterima di kampus yang hebat dan ternama, kalau bisa kampus negeri terbaik sekelas UI, UGM, ITB, atau kampus lain yang setara. katanya dengan berkuliah di kampus "beken" itu harapannya juga nantinya memudahkan karir sehingga peluang sukses jauh lebih besar.

    Saya masih ingat betul salah satu guru di MA yang sering ngasih nasihat (dan alhamdulillah masih membekas sampai sekarang) bahwa tidak ada pendidikan dimanapun yang menjamin kita sukses. Ya ! disitu saya berpikir, tidak ada yang bisa menjamin kita sukses, kecuali kita sendiri yang memperbesar peluang itu untuk sukses. Uniknya, peluang itu datangnya bisa dari mana aja !

    Dan selama ini, terbukti bahwa kuliah itu hanya tempat untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih tersruktur. bukanlah tempat untuk membuat orang jadi sukses, bukan ! Sukses tidaknya ya tergantung pada diri kita masing-masing. Peluang sukses akan semakin besar dengan "kriteria" kita sendiri, betul?

    Salah satu pelajaran/hal berharga yang saya dapatkan di tempat kuliah adalah pola pikir (mindset). Tapi tetap, saya berkeyakinan, tetap beda pola pikir orang yang kuliah dengan yang tidak kuliah (dari beberapa sisi), salah satunya berpikir lebih sistemik, lebih tersruktur dan dewasa. itu !

    Saking dituntut untuk berfikir kritis, network pun dengan sendirinya akan berdatangan. Nah, network itu kita butuhkan untuk bisa membantu karir kita, apapun itu.

    Kalo prinsip saya di awal kuliah, tetep harus semangat dan serius, kalo masalah dana bagi saya bukan satu-satunya masalah. banyak kok sekarang beasiswa dimana mana, mau swasta atau negeri intinya sama, dibiayai. Tulisan ayu ini membawa paradigma berpikir semi idealis (kalo menurut saya) karena bagi saya tidak usah kita terlalu idealis (kata dosen saya di Bogor juga gitu), paham kan maksud idealis :D

    Ayu ini luar biasa, dari awal kita kenal semangatnya udah menggebu gebu dan tentu kamu ini bukan jenis mahasiswa yang "standar", maksudnya mahasiswa yang cuma kuliah aja terus pulang ke rumah (besoknya gitu lagi -_-" hehe). Saya do'akan, mudah-mudahan dimanapun tempat berkuliah dan beraktivitas saat ini selalu ada dalam lindungan Allah Ta'ala,,

    Karena hidup itu adalah pilihan, dan itu adalah pilihan Ayu, apapun konsekuensi yang terjadi tetap berhusnuzhan bahwa Allah Ta'ala itu ada dalam setiap masalah kita dan kitanya harus peka dengan memperbanyak ikhtiar dan do'a mudah-mudahan dengan usaha itu segala sesuatu nya diringankan.

    Mau senang atau sedih tetap Allah mah Maha Terpuji, jadi tetap bersyukur setiap waktu ketika mendapatkan apapun -termasuk lolos pada pilihan ini- Insya Allah nikmat-Nya atas Ayu selalu bertambah.. Aamiin.. Keep istiqomah dan Semangat !!!

    By The Way, Tanggal 8 bulan depan saya sidang munaqasyah skripsi. Mohon do'anya dari kawan-kawan semoga lancar ! Hehe..

    Untuk pilihan ayu yang ini, mudah-mudahan "jangan keluar lewat pintu masuk" ya ! Semoga lancar studinya di tahun ajaran baru tentunya dengan suasana baru, mata pelajaran baru, kawan baru, dan yang baru-baru lainnya.

    Baarakallah !



    BalasHapus
  2. Ga ada yg sia-sia,
    teteh yakin byk hal yg bisa menjadi pelajaran berharga dari semua episode yg sudah ayu lewati utk kehidupan ayu ke depan :')

    Teteh cuma punya satu pesan, apapun pilihan ayu, selalu niatkan tertinggi utk menggapai ridha Allah, karena setelah itu insyaAllah akan byk jalan yg Allah bukakan utk kita, baik utk kebaikan dunia atau kebaikan akhirat :)

    Dan semoga Allah selalu memberikan yg terbaik untuk ayu :')

    Salam sayang,
    teh ismi

    BalasHapus
  3. Aku selalu belajar banyak dari ayu, semoga selalu berkah tulisanmu yu. Maaf blm jadi teman yg baik di biologi 2015. Selamat menjalani perjuangan yg baru yu! Allah selalu memberikan yg terbaik untuk ayu. Aamiin

    BalasHapus
  4. Hanin sayang Ayuuuu 😘😘😘
    Ayu yang di ITB, ayu yang di UPI, ayu yang di rumah, ayu yang di MAN 2, ayu yang suka nulis, ayu yang sayang pinyo, ayu yang pake kacamata, ayu yang suka fotografi, ayu yang baik, ayu yang ramah, ayu yang selalu semangat, ayu yang ga pernah banyak ngeluh, ayu yang pinter bersyukur, ayu yang selalu jadi temen hanin, pokonya ayu mau yang gimana pun jugaa 😊😊
    Jangan patah arang ya, kalo bisa kobarin api yang besaaaaar hehe 😄

    BalasHapus
  5. Semoga istiqamah yu dan semoga ini jalan yang terbaik, itulah cara allah mendidik hambanya.

    Haha aku tak pandai berkata wkwk

    BalasHapus
  6. Bismillah yu, terima kasih banyak atas ceritanya, dan makasih juga udah menginspirasi kaka buat nulis lagii, kaka minta maaf kalau ada kesalahan, baik yang sengaja atau yang ga sengaja ya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Ada Hikmah Dibalik Basmallah