Dalam Jeda

Butuh jeda. Terkadang tak ingin membicarakan. Sewaktu topik tersebut muncul, dialihkannya sedemikian rupa.

Ada ekspresi terpendam. Walau senyum jadi hiasan wajah. Tapi aku tahu, mata tak punya kemampuan untuk berkamuflase. Sedalam apapun kau kubur, akhirnya tergali juga. Sekeras apapun kau sembunyikan, akhirnya tercium juga.

Maka pilihanku adalah: berdiam.
Menahan pertanyaan hingga sesak dadaku.
Hingga waktu memberi sinyal bahwa: inilah saatnya kita bicara.

Kau yang mengajakku terjun. Hingga aku terjatuh sejatuh-jatuhnya.
Kau yang mengajakku menyelam. Hingga aku tenggelam sedalam-dalamnya.

Ku pikir kaulah pembuka jalanku.

Ingatkah atmosfir dakwah yang kita ciptakan bersama? Di ranah dimana wajah-wajah kita menjadi duta atas apa yang kita bawa. Bukan lagi perkara kesenangan hati, melainkan kewajiban mengasyikan bagi manusia yang sadar akan tujuan hidupnya.

Ibadah.

Dan dakwah, adalah bagian darinya.

Namun sekarang, jalan sudah terbuka lebar namun kau (hendak) memilih menutup pintu?

Aku tahu, kau dihimpit dua opsi. Keduanya baik bukan? Tapi tak lantas meniadakan satu sama lain.

Mengapa tak bisa bergerak seiring?

Ah tak pantas bukan aku bertanya demikian. Kau tentu punya prioritas. Punya agenda. Punya rencana. Punya target. Amanah kau yang pegang. Kau yang kendalikan. Bukan aku. Aku cuma penonton. Mungkin juga supporter setiamu.

Oya,
Ini bukan soal kabar kebimbanganmu. Ini soal sebuah duka, dimana tak lagi sayapmu itu mengepak disini. Kakimu tak lagi lincah mengalahkan arus. Terlebih, tak kau jadikan bahuku —yang kau ajak dahulu ini, menjadi tempat ternyaman untuk mencurahkan segala ceritamu.

Bukankah...
Karena, "selalu ada saat ketika kita tidak sempat bertanya kepada sepasang kaki sendiri kenapa tidak mau berhenti sejak mengawali pengembaraan agar kita bisa memandang sekeliling dan bertahan semampu kita untuk tidak melepaskan air mata menjelma sungai tempat berlayar tukang perahu yang mungkin saja bisa memberi tahu kita, kesana, Saudara, kesana."

Aku tahu kau sedang berjuang. Menyelami ruang renung tak berujung. Semoga kau temukan. Titik cahaya yang membimbingmu keluar dari pekat.

Semoga kawan. Kau tidak tersesat.

Bandung, 15 Juni 2017
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Ruang Bebas Baca

Ada Hikmah Dibalik Basmallah