Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)



"Jadi, intinya gambar itu boleh apa engga?" tanya Michi. Lah langsung nembak wkwk. Boleh tidaknya menurut apa dulu nih? ^^

"Kenapa kamu peduli soal itu? Ngegambar kan bukan kejahatan." , tanya Bang Dzia.
"Mungkin....karena saya Muslim? Sebagai Muslim bukannya kita harus ngikutin Al-Qur'an dan kata Nabi kita?" , jawab Michi dengan yakinnya.

"Yap. Sebagai Muslim, Al-Qur'an dan Hadist merupakan titik awal bagi kita untuk melakukan segala sesuatu."

"Berarti, urusan gambar-menggambar juga diatur sama Islam ya, Bang?"

"Tepat sekali!"

"Tapi bukannya dalam hadist, gambar itu katanya haram, ya?" , Michi mulai penasaran lagi.

"Kalau melihat secara teks, memang haram. Tapi, ayo coba kita bahas lebih dalam."

*

Dalam hadits, istilah yang dipakai untuk itu bukan gambar, tetapi tashwir. Tashwir, secara bahasa artinya gambaran, bentuk, sifat atau atribut, atau ada yang menerjemahkan sebagai patung.

Bahasa Arab memiliki sistem akar kata. Masing-masing kata memiliki makna yang berbeda, meski berasal dari kata yang sama. Seperti;
- Tashwir (aktivitasnya)
- Shurah (hasilnya)
- Mushawir (orangnya)

Kalau mengacu pada arti kata tashwir, berarti gambar itu hanya salah satunya. Contoh lain seperti patung, action figure, animasi 3D, robot pun termasuk tashwir. Tashwir mencakup segala hal yang memiliki gambaran, bentuk dan sifat. Artinya, nyaris semua yang dibuat oleh manusia, termasuk dalam kategori tashwir. Luar biasa kan? ^^ Bayangkan kalau ini semua haram, hehe..

Banyak orang yang belum-belum sudah memberi Islam stigma buruk. Semisal, "Islam agama anti seni budaya!" atau "Ajarannya kuno dan kolot!" . Kalau saja mereka mau melihat lebih dalam sedikit soal bahasan ini, mungkin ngga bakal begini jadinya...

Sebetulnya ulama sudah membahas soal tashwir dengan cukup detail. Dalam perihal kategori, ulama membagi SHURAH menjadi dua kelompok besar.

Pertama, SHURAH MAKHLUK BERNYAWA. Mencakup manusia, hewan, dan (mungkin) jin. Baik nyata maupun imajinasi.
Lalu yang kedua, SHURAH YANG TIDAK BERNYAWA. Seperti gunung, sungai, tumbuhan.

M: "Lho,  bukannya tumbuhan makhluk hidup ya Bang?"
BD: "Poinnya bernyawa lho, Michi. Bukannya hidup atau tidak."

Untuk tumbuhan, memang ada yang menggolongkannya sebagai makhluk yang memiliki ruh. Namun ada juga yang berpendapat bahwa "ruh" tumbuhan berbeda dengan ruh hewan atau manusia.

M: "Terus, bedanya ruh tanaman sama manusia apa, Bang?"
BD: "Kalau itu, allahu a'lam Michi, ulama yang membedakannya pun punya pertimbangan sendiri. Yang jelas, shurah makhluk tidak bernyawa ini juga dipisah menjadi 2 kategori lagi.

Yakni, ciptaan Allah seperti baru, gunung, sungai. Dan buatan manusia seperti motor, rumah, ponsel. Selain soal bernyawa atau tidak bernyawa, shurah juga dibagi dalam 3 kategori.

1. Shurah 3 Dimensi. Seperti patung, atau objek yang bersifat gempal.
2. Shurah 2 Dimensi. Misalnya lukisan, gambar di kertas atau dinding.
3. Shurah yang dibuat dengan perantara cahaya, yakni fotografi dan videografi.

Pembagian ini perlu dipahami, karena setiap kategori ada hukumnya sendiri-sendiri. Dan setelah semua kategori diatas, sebetulnya masih ada 2 kategori hukum lagi.

Yakni, hukum MEMBUAT shurah. Dan satu lagi, hukum MEMANFAATKANNYA.

Mind map dari tashwir dalam komik "Gambar itu Haram?" , hal 27.


M: "Sebentar Bang, ... Sebenernya perlu enggak sih, dijabarkan sampai serumit ini? Padahal cuma masalah  gambar aja. Islam enggam usah ngurusin juga gapapa kan..?"
BD: "Oh, enggak gitu cara berpikirnya Michi.."

Dalam Islam, Allah menciptakan manusia hanya untuk satu tujuan: BERIBADAH KEPADA-Nya. Artinya, setiap detik kita hidup di dunia ini, adalah beribadah. Maka dari itu, Islam mengatur semua aspek hidup kita. Mulai dari bangun tidur, menjalani aktivitas seharian, sampai menutup mata saat terlelap, Islam atur semua.

Mau politik, ekonomi, hukum, asmara, medis, bahkan teknologi, semuanya dalam Islam ada bahasannya! ^^ termasuk seni yang kita bahas sekarang ini, soal gambar. Hehe.

Ini bukan cuma masalah itu  boleh atau tidak, ini tentang bagaimana kita menyelaraskan aktivitas menggambar agar sesuai dengan aturan Islam dan menjadikannya bagian dari ibadah kehidupan kita! :)

M: "Wah, saya nggak pernah mikir sampai sejauh itu.."
BD: "Hadits soal larangan menggambar juga 'kan katanya bukan dengan dunia, tapi dengan akhirat. Kalau sekarang belum mikir sampai kayak itu, mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Karena, semua yang telah dan akan kita lakukan, kelak akan dimintai pertanggung jawaban.

**

CATATAN TAMBAHAN

Definisi Tashwir

Tashwir sendiri adalah istilah yang memiliki cakupan luas. Jika diartikan secara bahasa, maka segala proses membentuk atau merupa objek yang berkaitann dengan visual, masuk dalam kategori tashwir.

Dan shurah berarti meliputi segala hasil karya non-tulisan yang dapat dilihat, mulai dari patung, gedung, lukisan, gambar, animasi, film, foto, mainan, boneka, dan sebagainya. 

Atas dasar makna dan cakupan itulah, maka kemudian dalam hal ini istilah tashwir tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, karena sejauh ini belum ditetapkan istilah bahasa Indonesia yang tepat untuk menerjemahkannya.

Kebanyakan buku-buku teks di Indonesia menerjemahkan tashwir sebagai "menggambar". Sementara menggambar sendiri hanya satu aspek dari sekian banyak aspek yang didefinisikan oleh tashwir sendiri. Penggunaan kata "gambar" dalam judul buku "Gambar itu Haram?" lebih kepada perihal pemilihan istilah yang lebih familiar di masyarakat.


Seniman versus Agamawan

Saya memperhatikan, ada semacam gap yang cukup lebar diantara pelaku seni dengan orang-orang "agama". Gap ini telah ada dalam waktu yang lama. Paling tidak, cukup lama untuk memunculkan stigma "Orang seni itu jauh dari agama" , dan "Gambar dalam Islam itu haram." (atau bahasa yang lebih kasar lagi: Islam agama anti budaya)

Seiring perkembangan zaman yang semakin dinamis, kebutuhan orang-orang yang memiliki kedua kapasitas ini (baca: muslim ta'at beragama yang memiliki kapasitas seni) untuk menyebarluaskan keindahan Islam dan menyampaikan kekayaan khazanah peradaban Islam dengan cara-cara yang lebih segar dan kreatif.

Untuk itulah buku "Gambar itu Haram?" karya Bang Dzia ini ada sebagai penengah dan mudah-mudahan jadi tambahan diantara sekian banyak upaya seniman muslim untuk menghilangkan gap antara agama dan seni.


Pembahasan Hukum Tashwir oleh Para Ulama

Seperti yang disebutkan pada  bagian pengantar, dalam buku tersebut penulis tidak membuat pendapat atau fatwa baru.

Permasalahan mengenai hukum tashwir sebetulnya telah dibahas oleh ulama bahkan sejak zaman sahabat dan tabi'in. Hanya saja, penjabaran yang lebih kompleks diberikan oleh ulama-ulama kontempror, di mana perkembangan zaman menuntut untuk mendetailkan penjabaran tersebut.

Hakikatnya, terdapat beragam jawaban dan fatwa mengenai menggambar. Sayangnya, pembahasan mengenai hukum menggambar dalam Islam yang menyeluruh dan komprehensif masih belum memadai. Hal ini diperkeruh dengan munculnya jawaban-jawaban yang bersifat parsial dan sepihak oleh satu atau lebih kelompok Islam.

Pada akhirnya, pendapat yang populer beredar di masyarakat adalah bahwa Islam mengharamkan gambar dalam bentuk apapun. Oleh sebagian orang, Islam dicap sebagai agama yang "tidak ramah seni." . Ditambah lagi dengan munculnya sebagian oknum umat islam yang memaksakan pendapatnya mengenai keharaman gambar kepada sebagian seniman muslim.

Di sisi lain, seniman-seniman muslim yang merasa dipojokkan dengan pengharaman hadits melakukan pembelaan dengan dalil lain, dan terjadilah perdebatan yang tidak berkesudahan. Pendapat yang saling tumpang-tindih, parsial, dan didasarkan atas presepsi belaka.

Atas dasar itulah, penulis melihat perlunya mendudukan semua pendapat ini di dalam satu media yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, tanpa harum mengecam satu pun pendapat tersebut.


Bukan Sekedar Masalah Haram Tashwir

Tapi pada akhirnya, pasti akan ada tashwir atau shurah yang boleh dan yang dilarang oleh Islam. Pada titik ini, kita harus belajar mengenai ketundukan diri ini kepada aturan dari Allah. Lebih lengkapnya akan dibahas di chapter 3.
Stay tune! ;)

Note: tulisan ini dibuat berdasarkan isi buku "Gambar itu Haram?" karya Bang Dzia. Insya allah, sampai pembahasan selesai saya akan memposting dari chapter 1 hingga akhir. 

Keterangan:

M: Michi
BD: Bang Dzia

Akhirul kalam, barakallah.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ruang Bebas Baca

Ada Hikmah Dibalik Basmallah