Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Gambar
"Jadi, intinya gambar itu boleh apa engga?" tanya Michi. Lah langsung nembak wkwk. Boleh tidaknya menurut apa dulu nih? ^^ "Kenapa kamu peduli soal itu? Ngegambar kan bukan kejahatan." , tanya Bang Dzia. "Mungkin....karena saya Muslim? Sebagai Muslim bukannya kita harus ngikutin Al-Qur'an dan kata Nabi kita?" , jawab Michi dengan yakinnya. "Yap. Sebagai Muslim, Al-Qur'an dan Hadist merupakan titik awal bagi kita untuk melakukan segala sesuatu." "Berarti, urusan gambar-menggambar juga diatur sama Islam ya, Bang?" "Tepat sekali!" "Tapi bukannya dalam hadist, gambar itu katanya haram, ya?" , Michi mulai penasaran lagi. "Kalau melihat secara teks, memang haram. Tapi, ayo coba kita bahas lebih dalam." * Dalam hadits, istilah yang dipakai untuk itu bukan gambar, tetapi tashwir. Tashwir, secara bahasa artinya gambaran, bentuk, sifat atau atribut, atau ada yang menerjemahkan sebagai pa

Dalam Keyakinan

Gambar
Pernah, disuatu malam aku berlari, dengan sorot mata yang tak seperti biasanya. Aku hendak mencari seseorang. Seseorang yang belum pernah ku temui sebelumnya. Tak ku ketahui bagaimana wajahnya, bagaimana perawakannya, bagaimana suaranya, bagaimana senyumnya. Aku benar-benar buta! Mataku lincah mengawai sekitar, kakiku tak henti bergerak mengitari bangunan itu. Dadaku sesak, air mata nyaris saja menetes. Seseorang yang baru ku kenal tersebut, sudah berhasil mencuri perhatianku. "Gimana, ketemu gak orangnya?" "Engga nih, duh gimana ya." "Tadi aku nanya ke petugas disana tapi udah ga ada siapa-siapa didalem juga." "Duhhh kita gak tahu lagi orangnya yang mana, takutnya sekarang dia masih nunggu kita dan baterai hp nya habis jadi gak bisa balas pesan kita." , temanku tak hentinya mengkhawatirkan seseorang yang baru dikenalnya ini. "Yaudah aku cari ke alun-alun ya." , bipp! Ku kunci hapeku yang sebelumnya dilayar menunjukkan b

Bagaimana Mengungkap Sesal

Gambar
Tuhan, dalam setiap pelayaran hidup anak manusia, Kau tahu, tak semua sadar bahwa kami seorang pengembara. Sungai yang mengalir menenangkan maupun anak danau seluas pandangan tak selalu membuat kesadaran bahwa diatas sampan ini kami hanyalah penumpang. Sekedar ikut saja, sekedar mampir barang semenit atau beberapa jam saja. Hendak menyebrang dari tempat semula menuju tempat tujuan. Tapi Tuhan, kami sudah terlalu lama lupa. Kami asyik menikmati pelayaran hingga lupa bahwa surga jauh lebih indah dari dunia. Beberapa dari kami membawa oleh-oleh yang didapat selama perjalanan. Tapi sayang, itu tak akan berguna lama. Kami lupa bahwa oleh-oleh bukanlah hal terpenting, tetapi: perbekalan selama perjalanan kami untuk PULANG-lah yang utama. Amal-amal kami. Tak disangka, Tahu-tahu sudah sampai ke tempat tujuan. Tahu-tahu sudah harus turun dari perahu. Bisa jadi rute yang kami lalui berbeda-beda, lama perjalanan sudah Kau rahasiakan. Tuhan, maukah Kau dengarkan aku (lagi)?

Terlalu Cinta

Gambar
Titik. Koma. Titik. Koma. Koma. Koma. Koma. Titik. Titik. Koma. Koma. Titik. Koma. Titik. photo by: Sam Hawley Kadang ku akhiri. Kadang ku kembali, melanjutkan, dan berjeda, ku ambil nafas, berjalan lagi, lalu terhenti. Ku diam. Diam. Mematung. Mencoba melangkah lagi. Sedikit demi sedikit. Jalan lagi. Berhenti lagi. Fluktuatif. Ah, jenjang yang melahirkan perbedaan. Perbedaan yang menuntut banyak keadilan. Seperti keyakinan yang ditambal sulam orang-orang supaya tetap utuh. Dilingkar usia yang terus menggulung waktu, sesal selalu mengintai antara kesenangan yang sementara dan keabadian yang masih jadi misteri. Maafkanlah.... jika ini seperti permainan. Kebaikanmu dianggap kemudahan dalam sesekali berkhianat. Pikirnya, kau pasti memaafkan. Rasanya, cintamu tak berkesudahan. Seringkali kami, Mengucap cinta. Tapi hati tak sudi mengecap nama. Mengucap rindu. Tapi hati tak mau menolak candu. Mengucap ampun. Tapi hati tak kapok bertahun-tahun. Mengucap setia. Tapi hati

Menjaga Keluarga

Gambar
Ini Abah, dan Nenek. Orangtua dari ibuku. Abah yang seusai halal bi halal di lapangan Masjid langsung menemuiku yang sedang menepi di pinggir masjid. Ia memanggilku, "Ay..." Segera aku menghampiri beliau lalu memeluknya. Mata Abah sudah sembab, bibirnya bergetar. Sambil mencium pipiku, abah berkata, "Maafin Abah ya kalau Abah banyak salah sama Ayu. Sing pinter sing soleh..." Lain dengan Nenek, seba'da shalat ied di masjid dengan shaf langganan dari tahun ke tahun kami sekeluarga, kami senang berada di shaf kedua dari depan, Nenek mendekatiku yang sedang melipat mukena. Nenek berucap sesuatu hal yang membuatku speechless... "Ay do'ain ya moga Nenek tahun depan masih bisa ketemu Ramadhan. Masih sehat, masih kuat. Kan nenek pengen ngelihat Ayu wisuda. Ayu sekarang ambil kuliah 4 tahun kan? Kenapa ngga bisa 2 tahun aja kuliahnya? Do'ain Nenek ya." , ucap Nenek berbisik di telingaku sambil memeluk tubuh kecil ini. Aku hanya bisa terpaku

Good Mentoring!

Gambar
"Because a good mentoring is a life changing." Bahkan menjadi seorang mentor pun mengubah hidup. 😊 Menurutku,  itu membuat kita jauh lebih bahagia dari sebelumnya. Lebih menenangkan hati dan bersemangat dalam perjuangan hidup ini. Tak hanya sendiri, tapi kita bersama-sama. Saling menyokong dan saling membantu dalam perbaikan diri. Walau kendala seringkali datang pada jadwal yang bentrok, atau kesibukan lain,  itu pintar-pintarnya kita dalam memanejemen waktu. Manajemen waktu bukan sekeder mengatur jadwal, tapi MENENTUKAN PRIORITAS juga. ^^ Walau sibuk, tapi jika menganggap mentoring itu PENTING, maka pasti akan ada saja jalan untuk bisa menempuhnya. Dan tahu tidak? "Pekerjaan-pekerjaan besar itu diselesaikan oleh orang-orang yang sibuk, bukan oleh orang yang santai." Hehe. :) Sibukkanlah diri dengan kebaikan, dengan agenda-agenda. Sebelum agenda-agenda tersebut menyibukkan diri Anda. Kita yang memilih! Jangan dipilihkan oleh keadaan. Semoga senanti

Jika Sudah Usai, Kerjakan yang Lain

Gambar
"Ay, ke masjid sini lagi atuh Ay. Ajarin anak-anak disana. Dakwah disana. Jangan diluar aja. Yang jauh dijangkau, yang dekat diabaikan. Masa mau begitu?" , kata Bapak di dini hari saat Ramadhan pertengahan kemarin. Aku yang masih terduduk seusai tilawah langsung terhenyak, dan merasa amat bersalah. Kesibukanku diluar rumah membuatku tak lagi sering 'menjenguk' anak-anak dan kawan-kawan yg masih setia mengajar di TPA Masjid dekat rumah. Jumlah anak-anak ratusan. Belum lagi di TPA sekarang sedang meregenerasi pemudanya dari SMP dan SMA utk mengisi kekosongan dan mengambil alih tugas sebagai pengajar. Tanpa kata. Aku tak berani menjawab Bapak. Karena memang aku sudah melakukan kesalahan. Terkadang banyaknya aktivitas diluar membuat waktu rehat di rumah menjadi tak ingin melakukan banyak aktivitas. Tapi justru, hal itu pula lah yang keliru. Hal ini ditunjukkan oleh Bapak. Bapak menasehati, "Ay, sayang kan, ilmu ayu banyak, belajar dan ngaji dari luar, sok

Masih Mau 'Kan?

Gambar
Masih Mau 'Kan? "... Memang merupakan kesalahan, jika kita terus saja saling menasehati. Tapi dalam diri, tak ada hasrat untuk berbenah dan menjadi lebih baik lagi di tiap bilangan hari ..." —Salim A Fillah Rapat-rapat ku tutup lembaran Qur'an, dan tengadah sambil ku rebahkan tubuhku. Menutup mata sejenak kemudian mengingat kembali saat melihat gurat lengkungnya nyaris habis tadi malam. Ia akan pergi, dan akan segera pergi. Terbit titah baru, dengan bentuk yang mereka sebut: hilal. Mulanya aku tak begitu antusias dengan gema takbir yang kian memenuhi langit. Dari sudut kampung hingga jalanan di kota-kota. Dari speaker masjid yang riuh dengan suara anak-anak bertakbir ria, hingga mobil-mobil bak terbuka yang siap mengangkut beberapa orang dan bedug untuk disuarakan ditengah-tengah penduduk kota. Aku masih terpaku. Masih tanpa linangan air mata. Rasanya seperti, kau berdiam diatas eskalator dan ialah yang membawamu ke atas atau ke bawah. Tanpa perlu menaikkan kak

Menempatkan Posisi

Gambar
"Kita harus pandai menempatkan diri." , ucap Teh Al saat kita perjalanan pulang menuju Ciparay. "Maksudnya menempatkan diri gimana Teh?" , tanyaku sambil tak memalingkan wajah dari jalanan sama sekali. "Iya maksudnya kita harus tahu posisi diri kita ada dimana. Terlebih kalau kita lagi jaulah (kunjungan) gini. Kita orang asing kan buat penduduk disana. Bahkan kalau kata temen teteh yang udah wisuda mah, setelah kita wisuda, —WELCOME TO THE JUNGLE! , kita bisa ketawa sehari aja waktu wisuda. Kesananya? Gimana. Kita bakal bener-bener terjun ke masyarakat. Mengamalkan ilmu kita." , jawab Teh Al panjang lebar. Aku masih memutar otak, dan meresapi kalimat tersebut. Selebihnya, aku berpikir, —menempatkan diri atau menyadari posisi. Selama ini, sadar tidak kalau kita tuh seringkali kurang bisa menempatkan diri? Terlebih di bumi ini, di dunia ini. Kita tahu, kita itu hanya 'numpang' hidup di buminya Allah. Kita tahu kita itu punya posisi sebagai H

Reaksi

Gambar
Apa yang menurut kita 'biasa saja', bisa jadi untuk orang lain adalah hal yang berharga. Seperti yang kemarin aku coba lakukan dengan kawanku, Hanin. Kami mencoba melakukan sesuatu, sebut saja: social experiment. 😁 22 Juni, usai shalat ashar di Masjid beraksen China, Masjid Al-Imtizaj, aku didatangi oleh seorang SPG perempuan (mungkin). Beliau menyodorkan suatu produk biskuit produksi Indonesia. Rupanya memang sedang bagi-bagi biskuit gratis.  SPG itu tidak sendiri, tetapi ditemani oleh rekannya yang sedang meliput kegiatan rekannya memberi sampel biskuit gratis ke masyarakat. Aku diberi satu, dua, dan tiga. Begitupun dengan Hanin. Dan alimat pertama yang keluar dari mulut kita adalah, "Oh iya terima kasih..." Tapi, akankah berbeda dengan yang kami katakan dengan yang orang lain katakan ketika menerima biskuit gratis itu? Aku ingin mengetahui bagaimana reaksi orang lain yang menurutku —mereka yang punya kondisi ekonomi sulit, saat diberi makanan gratis (s

Ruang Bebas Baca

Gambar
                               Ah, dalam riuh rasa yang tak terindra, aku masih saja menahan jemari. Menahan mata untuk tak lebih dulu awas, menghadang laju waktu yang terus melesat -dengan menoleh pun, malas. Memikirkan bagaimana pada akhirnya setiap anak bahasa dapat dipahami, segala cerita bisa disampaikan dengan ikhlas hati, dan setiap hikmah secara sederhana dapat diilhami. Aku ingin memberi sebuah kabar. Untukmu, jika bertanya, mengapa dan bagaimana, akan ku jawab dengan secarik kisah. Kronologi singkat namun tak pendek kata. Biar tak lagi memendam tanya, atau mencari jejak berbayang. Karena rupanya, matahari di ganesha tak lagi berkesempatan membasuh tubuh lebih lama.                                                                              *                                                        “Pada suatu hari nanti                jasadku tak akan ada lagi               tapi dalam bait-bait sajak ini              kau takkan kurelakan s