Karena Kita Mutiara

Pernah, saat itu, salah seorang adik tingkat menceritakan sesuatu kepada saya, "Kak, waktu itu ada yang nanya ke aku. Kenapa kamu pakai rok? Padahal Muslim yang lain pakai celana. Kenapa kerudung kamu panjang, sementara yang lain engga? Aku bingung kak jawabnya gimana, aku juga baru hijrah, jadi ya gak aku tanggepin."

Belum lagi, ketika selentingan pertanyaan seputar kerudung mampir dibenak saya setelah beberapa celotehan orang-orang yang tak sengaja saya dengar. "Kenapa sih beda-beda mereka pake kerudung tuh. Ada yang sederhana panjang, ada yang ribet, ada yang gaul banget, ada yang hits, ada yang cuma sekedar make langsung jadi. Aku gk ngerti. Nutup aurat mereka juga, macem-macem. Ada yang pakai celana, ada yang engga."

Terkadang saya kesulitan menjawab, bukan karena saya atau teman-teman yang lain tidak tahu, hanya saja bagi saya sulit menemukan diksi serta kalimat yang tepat untuk menanggapinya. Khawatir, saya salah bicara dan malah menyakiti/menyindir hatinya secara tidak langsung.

Sederhananya, ada sebagian muslimah yang memang belum menyempurnakan pakaiannya. Dalam artian, yang sesuai dengan syari'at atau aturan. Seperti khimar (kerudung) yang menutup dada, pakaian yang longgar, tidak menerawang maupun tipis, tidak menggunakan celana, dsb. Mungkin perlu waktu, dan sejatinya tiap orang masih dalam proses. Bagi yang telah menyempurnakan pun tidak lantas selesai begitu saja, ada hati yang perlu ditata dan akhlaq yang perlu dibentuk. Semua itu membutuhkan keseriusan yang tak sedikit. Melalui kajian Islam, penguatan dari jama'ah/kawan shalih, maupun dukungan dari lingkungan, terutama dari orangtua.

Bagi yang sudah paham, menutup aurat secara sempurna merupakan konsekuensi keimanan yang harus dijalankan. Tak apa jika baru memulai, tak apa jika sedang memperbaiki, Allah justru senang jika melihat hambaNya berserius diri mempelajari dan mengamalkan ilmu agamaNya.

Terkadang pula, ada saja orang yang berusaha membelokkan arah tentang kewajiban berjilbab ini dengan pertanyaan yang dibuat rumit tetapi sejatinya jawabannya sederhana. Seperti yang dialami oleh Ust. Salim A. Fillah dalam acara sarasehan jilbab syar'i yang diundang oleh FPISB UII.

Mengutip dari Buku Jalan Cinta Para Pejuang, Ust Salim A Fillah menuturkan;
Ada salah seorang pria, yang sepertinya begitu serius mempersiapakan pertanyaan dengan membawa rujukan lengkap dari kitab -wallahu 'alam- , seingat saya, Lubaabun Nuqul fii Asbaabin Nuzzul karya Imam As Suyuthi. Pertanyaannya juga canggih. "Kalau kita baca latar belakang turunnya surat Al Ahzab 59, maka kita akan menemukan konteksnya. Dan saya kira pemahaman terhadap konteks, akan membuat kita lebih jernih mengimplementasikan ayat ini.

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (TQS. Al Ahzab [33]: 59)

"Pada waktu itu" , katanya melanjutkan, "Ada seorang muslimah yang diganggu oleh beberapa pemuda. Maka dia mengadu pada Rasulullah hingga beliau pun memanggil mereka. Ketika ditanya mengapa mengganggu, mereka menjawab bahwa muslimah itu tidak menunjukkan ciri muslimah, tak dikenali entah meredeka atau budak. Maka turunlah ayat ini yang konteksnya adalah identitas dan perlindungan. Jadi intinya, bukan jilbabnya, tapi agar ia tidak diganggu. Nah, dimasa sekarang ketika para muslimah tak diganggu, masih relevankah jilbab?"

Ust Salim A Fillah pun menjawab, "Awal-awal saya pikir membantah paradigma fiqih liberal akan sulit dan rumit. Tapi ternyata, subhanallah, bahkan ketika kita mengambil paradigma fiqih yang paling sederhana dari para ulama ushul fiqih, semua paradigma fiqih liberal itu sudah habis bagaikan gelap terusir rekah fajar.

Dalam kasus penanya kita yang terhormat ini, saya sampaikan bahwa, pertama, kaidah fiqh-nya mengatakan "Hukum diambil dari keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab." Jadi, kalau lafazh umumnya menyeru para istri Nabi, putri-putrinya dan wanita-wanita mukmin untuk berjilbab, maka demikianlah hukumnya.

Yang kedua, bahwa para 'ulama kita membedakan antara 'illat (alasan hukum) dengan hikmah dalam suatu hukum 'Illat wajibnya jilbab adalah ayat yang tadi dibacakan, sedangkan hikmahnya diantaranya disebutkan yaitu agar lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu. Hilangnua hikmah tidak meniadakan hukum, karena hukum bertalian dengan 'illat, bukan dengan hikmah.

Yang ketiga, saya sampaikan bahwa toh sampai sekarang pun hikmahnya tidak hilang; ada perasaan lebih aman pada para wanita muslimah ketika memakai jilbab. Ketika mereka menyempurnakan perintah Allah dalam jilbab, Allah pun melindungi mereka dari berbagai-bagai gangguan."

Maka, bisa disimpulkan, bahwa kewajiban untuk menutup aurat tak bisa ditawar lagi. Apa yang telah Allah tetapkan sejatinya merupakan kebaikan yang perlu kita syukuri.

Muslimah tercipta dengan banyak hal berharga dari dirinya. Selayaknya dilindungi dan dihormati dengan sebaik-baiknya, karena kita adalah mutiara yang berharga, selayaknya takkan terbuka begitu saja, kita butuh penutup dan pelindung untuk sebuah penjagaan dan pengabdian kepada Allah. Salah satu caranya adalah dengan menutup aurat (bukan membungkus aurat ya..) , :')


Mungkin sudah mulai banyak muslimah yang saat ini menutup aurat, sudah banyak pula toko-toko baju baik online maupun tidak menjual berbagai macam kebutuhan pakaian muslimah bukan? Kesadaran untuk menutup auratpun meningkat, terlebih di momentum Ramadhan ini, banyak yang akhirnya memilih untuk berhijrah. Alhamdulillah, ..... wa syukurillah.

Tetapi, ada quote menarik dari Tasaro GK sebagai penutup.
"Dulu, mengenakan jilbab adalah sebuah keberanian untuk berbeda, untuk melantangkan kepatuhan. Lautan Jilbab menjadi puisi kesyukuran. Hari ini, lautan itu semakin membuih. Tak terkira jumlahnya, ada di mana-mana, tapi rapuh makna. Wahai, Muslimah, akankah kita menyelamatkan jilbab, menjadikannya sebenar-benarnya hijab?" 

Bandung, 9 Juni 2017
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Ruang Bebas Baca

Ada Hikmah Dibalik Basmallah