Pelayaran

"Lautan itu luas, sayang..." , lelaki itu masih menatap lembut kedua mataku. Tangannya tak henti mengelus kepalaku, sementara aku masih tersipu dan teralihkan dengan motif kain telapak meja yang ku rasa cukup unik, kupu-kupu berwarna emas.

di Nusa Tenggara Timur, foto diambil oleh teman saya, Alim.


"Karena lautan itu luas, kau masih bisa banyak menemukan pulau-pulau. Tak hanya satu, atau dua, tetapi banyak. Mungkin sebagian tak terbac
a peta, ia tersembunyi, namun sesungguhnya ia benar ada. Kau hanya perlu mengembangkan layar dan mengarahkan kemudi menuju tempat yang kau mau.

Aku tahu sayang, bagi usiamu, jiwa pengembaraanmu belumlah usai, aku memahami. Tak perlu sungkan, menjelajahlah selagi masih diizinkan. Berlayarlah seriang hati.

"Namun, sayangku. Dengarkanlah ini dengan baik....." , lelaki itu makin serius saja, membuat dudukku tak nyaman, senyumku sedikit kaku. Jemariku mendingin, mengepal lentik. Curi-curi ku balas pandang matanya, mencoba seksama mendengarkan kembali, penasaran dengan kelanjutannya.

"Kau perlu ingat satu hal." , ia mengubah posisi duduknya lebih mendekat, hingga tak sadar lutut kita sudah beradu.

"A-apa itu?..."

"Jangan pernah merusak."

"Hm? Merusak? Maksudnya..?"

"Jangan pernah merusak pulau yang kau singgahi. Jangan pernah sama sekali mengotorinya dengan perbuatanmu, jangan sentuh apapun yang menurutmu itu berharga untuk keberlangsungan keindahan pulau tersebut. Kau boleh mengaguminya, bermain sesuka dan senyaman pijakan kakimu, tapi, jangan pernah mengubahnya jika itu akan membuat pulau tersebut tak seindah dulu."

"A-aku,...aku..."

Belum selesai berucap, ia melanjutkan kembali perkataanya,
"Tentu kau boleh menjelajah ke berbagai pulau, hanya saja, jangan sampai merusak. Karena belum tentu, kau hendak menetap disana."

Sepertinya aku mulai memahami metafora ini.
"Satu lagi..."

"Iya?"

"Kau tentu mengerti soal ini kan?
Jika kau tahu bahwa bumi ini luas, jangankan satu benua, satu kota pun, sudah terisi banyak manusia. Maka, jangan buat satu komitmen dimana kau belum tentu sanggup memenuhinya. Bukan perkara main, keterikatan hatimu dengan seseorang itu perlu restu Tuhan. Jika tidak, kebaikan dalam mencintai mana yang kau kehendaki?

Aku tahu sayang, kau pasti tahu.
Ayah percaya."

#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara

Komentar

  1. Enak rasanya, kalau pulau bisa menganalogikan yang seharusnya dianalogikan. Tapi sayangnya pulau tidak bisa sepenuhnya mewakili hati. Ada hati-hati yang begitu rapuh, sehingga ketika ada satu pengembara yang hadir saja, yang 'bermain-main' saja bisa merusaknya. Kalau sebuah pulau punya hati, mungkin ia juga tidak rela pada pengembara itu sekedar bermain-main di dirinya, untuk kemudian pergi. Sang pengembara mungkin tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu, bahwa setiap jejak kaki yang ia tinggalkan di pulau, akan menuai rindu, rindu yang salah tempat dan tidak bisa terhapuskan. Karena pulau cuma bisa diam di tempat ia berada, saat sang pengembara memilih pergi dan melanjutkan agenda bermain ke pulau-pulau lain yang di matanya jauh lebih menarik. Allahua'lam.

    ***

    Btw, seneng baca tulisan di sini ^^ semangat lanjutin challange-nya. (:

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya, mungkin analoginya kurang pas dan kurang mewakili banyak hehe ^^v

      Tapi berhubung saat menulis tulisan ini, saya sedang mengalami kasus khusus dgn seseorang yang agaknya penganalogian ini cukup tepat di keadaan waktu itu hehe.

      Kedepannya saya coba matangkan ulang ya. Makasih banyak kritik dan saran membangunnya ya Isabella. :)) seneng deh dpt komentar ini heheh ^^

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Ruang Bebas Baca

Ada Hikmah Dibalik Basmallah