Tentang Menunggu

Dalam ramai lalu lalang manusia, kakiku tergesa. Mataku mengawasi sekitar. Keringat mulai berbondong-bondong mencari udara segar. Ada yang ku cari. Dan oh, "itu dia!" , seseorang dengan kaos polos, dan jaket yang digantungkan ditas hitam kecil miliknya, tengah duduk khidmat didepan kantin Salman ITB sambil memperhatikan sesuatu.

Suasana di depan kantin Salman ITB menjelang buka puasa

Matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, mulutnya berkomat-kamit melafadzkan sesuatu. Tangannya menggenggam buku kecil yang ku rasa, siapapun pasti tahu, itu adalah: Al-Qur'an.

"Duh, maaf, lama ya nunggu?" , kataku memotong konsentrasinya.
"Oh gak kok, gak apa-apa, sekalian, sambil baca aja." , katanya sambil menutup Qur'an dan mengucap shadaqallah.

Hampir lebih dari 20 menit dari rencana yg disepakati, aku meminta maaf berulang kali atas keterlambatan yang tak disengaja itu. Sekalipun ia mengatakan tidak apa-apa, aku tetap merasa tidak enak karena telah membuat seseorang menunggu.

Tetapi ada yang menarik jika ku pikirkan tentang menunggu ini. Bagi sebagian orang, menunggu adalah aktivitas yang sia-sia. Waktu terbuang begitu saja, tercuri karena seseorang. Ada rasa jengkel sekaligus kecewa. Padahal, bisa jadi menunggu itu sebuah keberuntungan tersendiri.

"Menunggu ada kalanya terasa mengasyikkan
Banyak waktu kita miliki untuk berfikir
Sendiri seringkali sangat kita perlukan
meneropong masa silam yang telah terlewat

Mungkin ada apa yang kita cari
masih tersembunyi di lipatan waktu yang tertinggal
Mungkin ada apa yang kita kejar
justru tak terjamah saat kita melintas."
—Ebiet G. Ade

Siapa yang tak setuju dengan potongan lirik lagu dari musisi terkenal ini? Kemudian muncullah pertanyaan, mengapa tak kita jadikan menunggu ini menjadi kesempatan untuk bermuhasabah?

Bagi seorang Muslim, soal memanfaatkan waktu adalah hal urgen yang tak tertandingi. Bukankah saat dihisab nanti kita akan ditanyai tentang apa-apa saja yang sudah kita lakukan di dunia ini, kawan? Dihabiskan untuk apa usia kita semasa muda? Semuanya berkaitan dengan hal yang bernama: waktu.

Pun sudah Allah sampaikan dalam firmanNya yang singkat bermakna tentang bagaimana manusia sering merugi karena waktu.

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ


Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).

Seorang bijak pernah mengatakan, bahwa waktu memiliki dua sisi sebagai pedang. Ia bisa menyelamatkanmu, pun bisa untuk membunuhmu.

Dari pelajaran yang saya dapat dari teman tersebut, ia telah berhasil menggunakan waktu, dengan cara memanfaatkannya untuk tilawah.

Mengapa selama ini kita lebih memilih membunuh waktu dengan melamun, ketimbang menggunakan waktu menunggu kita untuk membaca Al-Qur'an?
Mengapa lebih memilih untuk 'bermain dengan smartphone' ketimbang menyumbangkan sedikit waktu untuk membaca buku?

Seringkali saya dapati beberapa teman kampus saya yang selalu menyempatkan waktu untuk membaca Al-Qur'an, ketikapun mereka sedang berada dalam waktu yang sempit. Saya sering merasa malu tersindir dengan teman-teman yang selalu mampu untuk mengubah situasi genting menjadi kesempatan baik. Mau mengusahakan segala waktu dalam sehari itu digunakan dalam rangka beribadah yang tiada habis-habisnya.

Menunggu bisa jadi memang menyebalkan. Waktu bernilai kita seolah dirampas dan tak dihargai usahanya untuk datang lebih awal. Tapi hey, mengapa kita tak mencoba berpikir positif dan menjadikan waktu menunggu kita untuk melakukan hal-hal baik? :)

Ayu Saraswati
Bandung, 28 Mei 2017

#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Ruang Bebas Baca

Ada Hikmah Dibalik Basmallah