Pertarungan Antar Waktu
Tik..
tok.. tik.. tok…
Malam semakin hening, hanya ada
suara lembaran kertas yang terbuka, gerakan tangan yang mempercepat bacaan,
sebab beberapa menit yang lalu Bapak mulai menegur, “Ay, geura tidur, enjing
deui. Tos wengi. (Ay, segera tidur, besok lagi. Udah malam.)” . Begitulah
Bapak, terkadang lebih mengkhawatirkan kesehatan anaknya dibandingkan hasil
belajar. “Muhun, sakedap deui, kagok… (Iya, sebentar lagi, tanggung..)” ,
jawabku sambil terus menatap buku.
Haahh….. akhirnya satu mata
pelajaran rampung juga selama beberapa jam. Aku masih sedikit-sedikit ingat
materi Geografi yang dahulu pernah diajarkan saat aku duduk di kelas 1 SMA.
Walaupun hanya 30-45% saja yang masih aku ingat, itu lebih baik daripada tidak
sama sekali. Ternyata belajar ngebut dalam sehari saat persiapan OSN Geografi
itu berguna juga saat ini. Saking penuh perhatiannya sampai-sampai materinya
masih nyangkut di otak, hehe.
Alhamdulillah. Tinggal satu mata pelajaran lagi yang belum terbaca sampai usai,
yakni Ekonomi. Aku tak yakin apa bisa segera mengingat atau tidak, terlebih,
ada sedikitnya rumus perhitungan dan beberapa teori dari para ahli mengenai
Ekonomi tersebut. Tapi ah, bismillah saja, sugestikan: Pasti Bisa! Seperti
obrolan yang terjadi sore hari tadi saat bermain panahan bersama teman SMP ku.
Mata semakin berat, tapi entah
mengapa keinginan untuk terus membaca pelajaran untuk persiapan esok yang
adalah hari H SBMPTN 2017 semakin meningkat jua. Tapi aku memilih tidur, sebab,
takut-takut Bapak akan marah ketika tahu anaknya belum juga terlelap ditengah
malam. Ku simpan buku tebal dari lembaga bimbingan belajar yang cukup terkenal
itu disamping tempat tidurku, kemudian aku mengambil air wudhu lantas tertidur.
*
“Neng, masuk ke dalam neng!” , kata
penjaga sekolah itu menyambut sekaligus mempersilahkanku untuk menuju tempat parkir
yang disediakan khusus untuk peserta SBMPTN.
“Oh iya, makasih Pak.” , aku
menerima kertas pakrir yang tertera didalamnya, “Rp 2000,00” , hoalaah masih
saja ya, hehe. Yasudahlah, wajar.
Setelah ku
parkirkan motorku, aku memandang ke sekeliling. Beberapa peserta sudah hadir
dan memilih duduk-duduk di samping taman sambil mengobrol (entah mendiskusikan
materi) ataupun membaca buku IPS. Aku berjalan langsung menuju toilet, tak
tahan karena udara dingin dipagi ini, ditambah suasana jalanan yang macetnya
innalillahi. Aku pikir aku akan datang terlambat karena baru bisa berangkat
sekitar pukul setengah 8 dari rumah karena sebelumna harus mengantar Mama dan
Adik berangkat kerja dan sekolah. Dengan kondisi jalanan yang lebih parah dari
biasanya, aku agak pasrah sambil berdo’a, “Ya Allah… semoga gak telat. Tolong lipat
jarak… tolong lambatkan waktu…” wkwkwk (lebay memang). Akhirnya pukul setengah
9 aku berhasil sampai di lokasi.
Menengok ke kanan dan ke kiri, ah rasa-rasanya
mereka sudah saling kenal. Sementara aku sendirian, dan memilih duduk di
samping gedung sambil mengecek hape, hendak mengirim pesan ke Mama untuk
meminta restu dan do’anya (lagi). Ada yang aku herankan kala itu, kenapa aku
sama sekali tidak merasa deg-degan atau gugup, ya sejenis perasaan gelisah. Padahal
beberapa hari sebelumnya aku sempat ngedown
karena berpikir aku kurang persiapan dan belum baca-baca materi. Ah, mungkin
ini ada do’a-doa mereka yang membuatku jadi merasa tenang seperti ini.
Merasa bosan lama-lama akhirnya ku
putuskan untuk mencari masjid atau mushala sekolah. Tak ingin membuang waktu
karena mencari-cari, aku memilih bertanya kepada petugas sekolah.
“Pak, mushala sebelah mana ya?”
“Itu Neng, lurus aja, terus naik
tangga. Masjidnya ada di lantai 2.”
Sesampainya
disana, aku kagum. Wah bersih sekali toilet dan tempat wudhunya, wkwk. Maaf
salah fokus ^^v , masjidnya memiliki lantai yang mirip dengan masjid Salman
ITB. Membuatku merasakan seperti berada di salman. Sambil menunggu jam masuk
peserta ke ruangan, aku memutuskan untuk shalat Dhuha dan tilawah. Mudah-mudahan,
diberikan kelancaran, kemudahan, dan keberkahan saat pengerjaan soal nanti (Aamiin).
Sehabis melakukan ibadah sunnah, aku mencoba membaca materi ekonomi yang
semalam belum sempat terbaca. Dadakan? Iya, hehe. Tapi aku usahakan sebisaku. Dari
informasi yang didapat dari akun Zenius yang di share oleh temanku, materi Ekonomi
yang sering muncul biasanya di materi permintaan dan penawaran. Jadi, aku
fokuskan untuk memahami materi terkait itu saja, wkwkwk.
Ring…. Ring…..
(bel berbunyi)
Aku dan beberapa orang yang ada di
mushala langsung memandang ke atas untuk mencari sumber suara. Apa ini artinya
sudah harus masuk ruangan ya? Duh, hampir keasikan baca. Lagi-lagi aku ingin ke
toilet. Ah bohong nih Ayu kalau gak gugup wkwkwk, (Ehhhh emang engga kok, ini
aja efek banyak minum air putih kan biar konsentrasinya terjaga haha).
Buru-buru aku menuju lantai 3 untuk masuk ke ruangan, tapi sialnya aku hampir
lupa letak gedungnya. Sambil berlari aku mencari, dan YAP! Ketemu ruang no 10! Sudah
sepi, itu artinya para peserta sudah masuk.
“Assalamu’alaikum.” , ucapku sambil
menunduk karena melewati pengawas yang sedang membacakan tata tertib selama
mengikuti SBMPTN. Srrkk…sssrkk…. Ku keluarkan pensil dan penghapus, lalu kartu
peserta, legalisir ijasah, dan KTP. Ku simpan tasku dipinggir kelas bersamaan
dengan yang lain. Kemudian aku duduk dan mendengarkan penjelasan pengawas
sambil mataku menerawang ruangan ini.
“Hmmm ruangan kelasnya bagus, Nama
kelasnya 8A, persis nama kelasku waktu dulu di SMP. Kursinya sudah
sendiri-sendiri ya sekarang, lebih bagus pula. Kolong mejanya sudah tidak ada
yang tertutup, semua seperti jaring. Jadi bakal kelihatan kalau nyimpen sampah
atau buku disitu. Kemungkinan untuk ‘jorok’ dan mencontek jadi minim. Hmmm, menarik…”
, itulah sekelebat penilaianku tentang kelas yang menjadi saksi bisu
perjuanganku yang pertama dan mudah-mudahan yang terakhir pula untuk di tahun
ini (tentunya untuk berkuliah).
Selesai dibacakannya tata tertib,
lembar jawaban mulai dibagikan, setelah pengawas yang lain memeriksa
kelengkapan berkas yang harus dibawa saat ujian berlangsung. Disinilah,
jantungku mulai berdetak tak karuan ketika pengawas lain itu memeriksa
berkasku. Takut-takut aku keliru membawa atau tidak sesuai, Ya Rabb, mengapa
baru sekarang deg-degannya >< wkwk. Alhamdulillah, berkasku lengkap dan
aman. Duh maklum ya kalau agak
parno-parno gimana, baru pengalaman pertama ikut ujian tulis masuk PTN L
**
Tepat pukul 10:00 WIB, kami sudah dapat
mengerjakan soal TKPA. Satu soal, dua soal, wah Alhamdulillah aku bisa
menjawabnya, kemudian lanjut, hingga ke bagian deret aritmetika. Sangat asik,
dan khidmat aku mengerjakannya. Begitu tenang, sampai-sampai tak sadar waktu
bersisa 45 menit lagi! Aaaaaargh, aku mulai panik. Bapak pengawas itu mulai
menandai waktu di papan tulis. Aku terlalu santai barusan, aku terlalu asik
mengerjakan soal TPA sementara soal matematika dasar, Bahasa Indonesia dan
Bahasa inggris belum aku kerjakan sama sekali. Waduh, kecolongan!
Padahal, harusnya aku ingat
perkataan temanku, Hasna, “Ay, kalau d SBMPTN itu, kita mainnya strategi. Kita bertarung
dengan waktu juga. Jangan sampai terlena.” Yah nasi sudah menjadi bubur, akhir
waktu pengerjaan soal, aku tidak mengisi full di Bahasa Indonesia dan Bahasa inggris,
lalu matematika dasar? Haha jangan tanya, hanya isi sedikit (banget) itupun tak
begitu yakin dengan jawabannya, karena waktunya yang begitu mepet, dan tak
sempat menghitung cermat. Ah sudahlah, la haulaaa, dikumpulkan. Kertas lembar
ujianpun di ambil oleh pengawas.
11:45 – 13.00 WIB adalah waktu
beristirahat. Para peserta segera menuju masjid untuk melaksanakan shalat
Dzuhur berjama’ah. Sebelum itu, aku merasakan perutku agak perih. Sepertinya lapar
sekali, wkwk. Alhasil sebelum adzan, aku menyempatkan menyantap roti dan susu
milo yang sempat ku beli diperjalanan menuju lokasi ujian tadi pagi. Sambil meminum
susu, aku menyempatkan membaca ulang materi sejarah dan sosiologi. Dengan tanpa
sadar bahwa dari tadi disampingku duduk seorang Ibu (sepertinya) yang
kelihatannya masih muda. Karena tak enak jika tak diajak ngobrol, akhirnya aku
bertanya.
“Lagi nganterin Bu?” , tanyaku
sambil mengangguk tersenyum
“Iya neng, lagi anterin anak.” Jawab
ibu itu membalas senyumku.
“Ibu, boleh nitip tas sebentar gak
bu, mau wudhu dulu, hehe…” , pintaku sambil agak malu-malu cengengesan.
“Iya boleh-boleh, sok aja Neng, ibu
disini kok.”
Aku pun
meninggalkan ibu tersebut untuk mengambil wudhu, karena adzan sedang
berkumandang.
“Makasih ya Bu, ..” , kataku sambil
hendak membawa tas untuk dibawa ketika aku shalat.
“Eh tas nya disini aja Neng, gapapa,
ibu lagi gak shalat ini.. “
“Oh? Gapapa nih Bu?”
“Neng, udah ngaji? Kajian dimana?” ,
ibu itu tiba-tiba bertanya,
“Eh? Emmm… hehe (aku tersenyum
sambil berpikir kenapa ibu itu nanya tiba-tiba dan apa aku harus jawab atau
engga ya) , iya bu udah ngaji, hehe.” , kataku agak ragu.
“Dimana kajiannya Neng?”
“Uhmm… di HTI Bu, insya Allah. Hehe.”
(kataku sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal itu. Agak sungkan
untuk menjawab karena akhir-akhir ini sedang sensitif jika menyebutkan nama HTI
atau yang menjurus kesana).
“Wahhh, toss Neng! Kita sama. Hahaha.”
, kata ibu itu sambil meraih tanganku.
“Oh iyaaa??? Ibu juga? Kok Ibu tahu
sih saya ngaji di HTI? Hehe.”
“Iya dong, Ibu lihat pakaian Neng. Pakaian
kita kan khas, hehehehehe… (pakai jilbab lebar maksudnya)”
“Duh gak nyangka ketemu syabah
disini hehehe, anak ibu juga udah ngaji?”
“Iya udah neng, Alhamdulillah. Duh ya
si eneng, hehe. Angkatan berapa neng?”
“Saya sih angkatan 2015 Bu, hehehe
baru ikut tes sekarang.”
“Oh gitu, jadi dua tahun ini ngapain
neng? Nganggur gitu?”
“Engga haha, saya kuliah Bu.”
“Kuliah dimana?”
“(dalam hati, -duh) di ITB bu. Hehe.”
“Ya Allah, kenapa neng ambil SBMPTN
sekarang?”
“Iya bu, hehe, singkat kata, saya
kurang sreg di ITB.”
“Oh tapi gak DO kan? Enggalah ya si
Neng mah….”
“Ehehe iya Bu, engga kok.” (dalam
hati miris banget, beneran)
Beberapa
percakapan masih berlangsung agak lama, sampai si Ibu mengenalkan anaknya
kepadaku. Aku senang-senang saja, akhirnya ada orang yang bisa ku ajak bicara
selain petugas sekolah tadi hehe. Seusai shalat, aku masih duduk bersama Ibu
tersebut dan anaknya. Mereka sedang makan siang, dan menawarkanku untuk makan
bersama mereka. Karena masih lapar, aku menerima beberapa suap makanan milik
ibu tersebut hehe (maaf ih seperti menyedihkan T_T). kebetulan karena keuangan
menipis, jadi tidak bisa membeli makanan lagi untuk kedua kalinya.
***
Sesi kedua pun dimulai. Dengan pengawas
yang berbeda, kali ini ujian materi soshum. Bismillah….. dengan berjalan
tenang, aku mulai duduk kembali. Ku lihat pensilku sudha mulai tumpul, akhirnya
aku mencoba merautnya kembali. Sssrkkk…. Ggrrskkk… takkk! Lah? Kenapa? Pensilku
patah ujungnya. :’ dan butuh waktu agak lama untuk meruncingkannya kembali. Waduh
kok bisa begini…. Beruntungnya, tes belum dimulai, aku meminjam rautan pensil
ke seseorang disebelahku, entah siapa namanya hehe. Agaknya sesi kedua ini
menjadi ajang balas dendamku atas kelalaian pengunaan waktu mengisi soal. Hmm! Yosh,
semangat lagi!!
Setelah beberapa formalitas
dilakukan, akhirnya saatnya mengisi soal. Sekian jam berapa menit, tes pun
berakhir dengan aku yang berhasil menjawab hanya setengah lebih 3 dari jumlah
soal. Yah, not bad, dibandingkan jika aku harus mengisi soal mafiki (hehe)…
walau agak ragu dengan kebenaran jawabanku. Tapi insya allah, aku sudah
mengupayakan yang terbaik yang aku bisa. Sisanya, serahkan kepada Allah.
Hal yang menjadi kendala saat
mengerjakan soal IPS ini adalah, konflik batin. Ya, batin. Seringkali aku
merasa jawaban A adalah yang benar, tapi B sepertinya ada benarnya juga. Dilogikakan,
dipikir ulang, diimajinasikan, diingat-ingat materinya, duh, yang mana ya yang
tepat? Ya seperti itulaj rasanya. Diantara takut salah, dan sayang jika tidak
dijawab. Pada akhirnya, daripada aku merasa menyesal, lebih baik aku menjawab
saja, dengan aba-aba ucapan basmallah, aku mulai menghitamkan jawaban.
Bel pun berbunyi kembali, tanda
waktu pengerjaan telah usai. Dengan kata hamdallah, aku mengusap wajah dan
perutku. Ya, perutku. Lapar lagi. Subhanallah… aku berencana setalah ujian ini
selesai, aku akan menuju masjid Salman sebentar untuk melaksanakan Ashar
disana, sambil sedikit ngadem dan merenung.. ^^- padahal sebetulnya aku juga
sedang merasa rindu dengan teman-teman gamaisku. Bahkan sampai di salman pun,
aku langsung menuju sekre gamais untuk mencari mereka, dan ternyata tidak ada. Tetapi,
aku mendapat sebuah chat dari seseorang, yang mengajariku materi sbmptn, beliau
ingin bertemu denganku katanya. Usai shalat ashar, ku pacu kendaraanku untuk
menuju Riung Bandung, tempat dimana sahabat kecilku yang sudah ku anggap
sebagai kaka, sedang masa pemulihan dari penyakit kankernya yang kemarin
melumpuhkan kesehatannya.
Digaris senja 16 Mei itu, ada suatu
aliran energi ketentraman yang mengaliri darahku. Berpikir ulang tentang apa
yang sudah ku lalui hari ini dan rencana masa depanku, pasti Allah telah
merancang alur hidup yang terbaik untukku. Baik melalui kejadian menyakitkan
ataupun membahagiakan, semuanya patut disyukuri dan disabari. Bahwa, -never too
late for a new beginning- …….
Aku hanya perlu meyakini, untuk menjadi KUAT seseorang harus mau DITEMPA disuhu dan ditekanan yang amat luar biasa. Pun untuk berkembang, seseorang memerlukan TANTANGAN yang didalamnya tak hanya ada RINTANGAN atau kesulitan, tetapi ada juga KESEMPATAN perubahan hidup yang mungkin saja membantu kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Insya Allah. Wallahu ‘alam bi shawab.
Aku hanya perlu meyakini, untuk menjadi KUAT seseorang harus mau DITEMPA disuhu dan ditekanan yang amat luar biasa. Pun untuk berkembang, seseorang memerlukan TANTANGAN yang didalamnya tak hanya ada RINTANGAN atau kesulitan, tetapi ada juga KESEMPATAN perubahan hidup yang mungkin saja membantu kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Insya Allah. Wallahu ‘alam bi shawab.
Sekian.
Bandung, 18 Mei 2017
Komentar
Posting Komentar