Menjaga yang Dijaga

"Put your hand on a hot stove for a minute, and it seems like an hour. Sit with a pretty girl for an hour, and it seems like a minute. That's relativity."

— Albert Einsten


Kami di lapangan rumput Masjid Salman

Begitulah kiranya yang diumpakan oleh ilmuwan terkenal ini. Duduk dengan seorang gadis cantik, seberapapun lamanya, akan terasa singkat. Terlebih, gadis yang berada disebelahku di sore hari ini, bukanlah gadis seperti kebanyakan.

Baru ku temui gadis yang hobi menyetir mobil, diputarnya video/rekaman ceramah dari ustadz-ustadz dari ponsel pintarnya menemani perjalanannya yang seringkali tersendat kemacetan, dan begitu perhatian terhadap amalan-amalan yauminya tiap waktu.
Kali ini, di lapangan rumput masjid Salman ITB, kami duduk manis berdua menyambut senja yang banyak dinanti dibulan-bulan 'pengujian' seperti ini. Langit tak begitu cerah, cukup dingin bahkan, seharian ini rupanya matahari sedang malas unjuk gigi. Sesekali menengok, lalu pergi lagi.

Beruntungnya, gigil yang sempat didapat ketika perjalanan nekat dirinai hujan kala dzuhur tadi menuju salman bersama kawanku, Shaffa, hilang sudah. Terganti hangat dengan obrolan-obrolan wanita mengisi sisa waktu shaum di Ramadhan ketiga kalinya ini.

"Gimana Ramadhan kamu, Ai?" , kataku memulai pembicaraan.

"Hahaha, ya gitu we, alhamdulillah. Kamu gimana?" , Aisyah balik bertanya.

"Alhamdulillah juga, :) ...."

"Ih aku malu tahu tadi ketemu dia, deg-degan." , kata Aisyah, mulai membuka sesi curhat.

"Malu kenapa coba?, biasa aja, udah udah, hehehe."

Lagi-lagi topik yang tak berkesudahan itu kami bahas, panjang kali lebar. Cinta, lawan jenis, hati, dan serangkaian hal yang jadi penguji bagi kebanyakan wanita yang mulai atau sedang dialami.
Kami sangat sadar sekali, perempuan, sebelum ia dipinang dan diikat dengan akad, ia masih berkemungkinan 'berteman hidup' dengan siapa saja. Maka dari itu, tak baik kiranya jika memfokuskan diri kepada seorang lelaki yang belum tentu menjadi 'mentor' di rumah kita kelak. Malah seringkali kita menjadi korban perasaan secara tak sengaja, tercipta angan berkepanjangan, maupun harapan yang tak semestinya tumbuh pada yang bukan tempatnya.

"Jadi, intinya, kalau ada orang yang ngetuk pintu rumah kita, jangan langsung dibuka, tapi intip dulu, siapa yang datang. Jangan asal buka pintu gitu aja lalu ngebiarin orang itu masuk ke dalam rumah."
Kataku mulai menyimpulkan, "karena belum tentu, orang tersebut mau bertamu, bisa aja dia cuma mau ngeliat-liat isi rumah kita kayak gimana." , Aisyah mengangguk, sepertinya ia mulai memahami metafora sederhana ini.

"Iya ya, untuk saat ini, kita tuh jangan sembarangan ngebuka hati sama laki-laki manapun, untuk akhirnya terjebak dan jadi khilaf."

"Iya, dan aku pernah ngelakuin sebuah kesalahan, dimana saat itu entah akunya yang bodoh atau memang aku membodohi diri sendiri. Aku pikir, seseorang itu datang untuk berlabuh, tapi nyatanya aku ini cuma halte. Yang gak tau orang itu tuh nungguin apa, nungguin siapa, habis itu bakal pergi lagi deh. Ngga untuk menetap.
Ada rasa nyesek, tapi ya salah sendiri juga sih, kenapa gak bisa ngendaliin diri lebih baik, menahan diri dari godaan yang terus datang. Akhirnya malah jadi mendzalimi diri sendiri, habis waktu terbuang percuma, dan pikiran gak lagi terfokus buat perbaikan ibadah." mataku lurus memandang langit, sedikit mengutuki diri kenapa dahulu begitu naif, ah... Memang ya. Dasar.

"Iya, sekarang mah mending jangan deket sama laki-laki, dalam artian 'khusus', aku juga dulu pernah temenan deket sama laki-laki, ya akrab, gitulah, tapi sejak kelas 3 SMA udah aku kurang-kurangi, sampai saat ini, alhamdulillah." , katanya mencoba memberi masukan.

"Alhamdulillah, untuk saat ini, aku udah engga Ai. Dengan yang dulu pernah deket pun, kita udah jarang komunikasi lagi kecuali emang bener-bener penting dan lagi ada urusan. Ngga dibuat-buat.
Justru sekarang dengan makin deketnya aku sama kamu, sama Shaffa, itu semakin menguatkan 'hijrah hati', wkwkwk. Kalian ngasih masukan, nasehat dan bikin aku sama-sama belajar buat jaga interaksi sama ikhwan. Sedikit demi sedikit, ngga sekaligus kalau misal memang agak sulit. Khususnya aku, haha, udah terbiasa dengan laki-laki, maklum lah, alumnus cewek tomboy haha.
Tapi memang bener juga ya, temen-temen deket sekaligus lingkungan itu ikut andil membentuk pemahaman serta perilaku kita. Aku jadi sadar banget hal itu."

"Hehehe, bisa aja kamu mah. Alhamdulillah kalau gitu :) , inget aja Yu, sama hadist ini, “Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan padamu pedihnya sebuah pengharapan agar kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selainNya. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepadaNya,” (HR. Muslim). Gak mau kan kalau sampai Allah cemburu gara-gara arah pengharapan kita yang salah? Hehe." Ucap Aisyah

"Iya Ai, betul betul betul.... Insya allah ya."

Disepenggal waktu setengah jam menuju adzan maghrib itu, aku bersyukur karena aku memiliki seorang karib yang asik untuk diajak berbincang perihal ranah hati, dalam kasus ini ialah cinta kepada lawan jenis. Masih banyak, dan terlalu banyak, bahasan mengenai cinta. Tak sekali atau dua kali, bukan saja mengenai bagaimana caranya melepaskan dan mengikhlaskan. Bukan pula sebatas obrolan gurih para akhwat jika sedang dilanda jatuh cinta. Lebih dari itu, bagaimana kita bisa mengendalikan hati atas fitrah yang memiliki dua potensi ini. Akankah itu membawa kepada kebaikan, atau keburukan? Mau menjadi sebuah potensi ta'at atau potensi maksiat? Itu semua adalah pilihan. Dan aku yakin, kamu sudah tahu jawabannya.

*

Pukul 19.30 WIB, aku baru sampai di rumah, dengan Shaffa yang hari ini rupanya bertugas mengantar jemput. Obrolan kami sepanjang jalan pun, tak lepas dari topik yang sama dengan yang aku dan Aisyah bahas sore tadi. Dengan kesimpulan, saat ini kita semua memang perlu menjaga interaksi dengan ikhwan (laki-laki) dengan lebih baik. Diakhir pembahasan, aku berkata:

"Shaf, masih mending kamu mah, daripada aku. Hehe." , kemudian Shaffa tersenyum sambil menutup pintu pagar rumahku.
"Daripada aku yang masih sulit untuk menjaga interaksi. Tapi makin sini aku makin belajar, baik dari kamu ataupun Aisyah, kita sama-sama belajar buat menjaga. Itupun kurang lebih aku ikut terpengaruh sama kalian. Ah, semoga aja makin sini makin bisa terpangaruh yang baik-baik. Hehe."

"Bilang aja Yu, itu mah artinya kita harus sering ketemu! haha." , lagi-lagi Shaffa membuatku tergelak.

Ayu Saraswati
Bandung, 29 Mei 2017
#RamadhanInspiratif
#Challenge

#Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Ruang Bebas Baca

Ada Hikmah Dibalik Basmallah