Dalam Keyakinan

Pernah, disuatu malam aku berlari, dengan sorot mata yang tak seperti biasanya. Aku hendak mencari seseorang. Seseorang yang belum pernah ku temui sebelumnya. Tak ku ketahui bagaimana wajahnya, bagaimana perawakannya, bagaimana suaranya, bagaimana senyumnya. Aku benar-benar buta!

Mataku lincah mengawai sekitar, kakiku tak henti bergerak mengitari bangunan itu. Dadaku sesak, air mata nyaris saja menetes.

Seseorang yang baru ku kenal tersebut, sudah berhasil mencuri perhatianku.

"Gimana, ketemu gak orangnya?"

"Engga nih, duh gimana ya."

"Tadi aku nanya ke petugas disana tapi udah ga ada siapa-siapa didalem juga."

"Duhhh kita gak tahu lagi orangnya yang mana, takutnya sekarang dia masih nunggu kita dan baterai hp nya habis jadi gak bisa balas pesan kita." , temanku tak hentinya mengkhawatirkan seseorang yang baru dikenalnya ini.

"Yaudah aku cari ke alun-alun ya." , bipp! Ku kunci hapeku yang sebelumnya dilayar menunjukkan bahwa saat itu sudah masuk ke pukul 10 malam. Aku lantas berlari ke sebrang. Kembali mencarinya.

Bukanlah suatu kebodohan yang saat itu ku lakukan. Bukanlah kesiaan yang aku korbankan demi bertemu dan menyelamatkan seseorang itu. Aku percaya.

-

Kembali pada pukul setengah 9 malam tadi, ketika aku sedang khidmat menyantap ayam goreng dengan lahap, iseng ku cek ponsel pintarku, dan membuka facebook. Kemudian terpampang ada satu pesan masuk. Ku buka dan ternyata pesan dari seseorang tersebut.

Aku berteriak! Ayam goreng dihadapan ku jatuhkan, makan malamku terasa berantakan.

Sebuah pesan berisi, "Kak... Kaka bisa temui aku sekarang di masjid ujung berung kak? Tolongin aku kak."

Pesan itu terkirim dua kali kepadaku.

2 jam yang lalu.

Sial! Bodoh sekali mengapa aku melewatkan pesan sepenting ini!?

Aku segera menghubungi temanku yang baru saja usai persiapan KKN. Segera, dari Masjid Salman ia menyusul ke rumahku dan kami mencari bersama ke Masjid Ujung Berung.


-


Ternyata tidak ada. Seseorang itu benar-benar sudah tidak ada.

Dalam kegalauan dan masa penantian balasan pesan yang kami kirimkan melalui messenger itu, ku perhatikan sekitar alun-alun masjid ini.

Subhanallah, beberapa bahkan kebanyakan mereka berpasang-pasangan. Entah sedang apa mereka di jam-jam seperti ini.

Anak kecil kisaran SMP, merokok, merangkul seorang perempuan yang ahhh, mungkin usianya masih dibawah 17 tahun.

Pasangan semi-dewasa, tak henti merayu kekasihnya, mendekat sehasta demi sehasta, mencuil dagu kekasihnya. Tersenyumlah mereka.

Tak kalah, mereka yang ku pikir sudah mumpuni untuk menikah, tanpa malu bermesraan dikhalayak umum seperti ini. Jika sudah resmi menikah, bukan tempat seperti ini yang akan mereka datangi. Tak perlu ramai begini, jika rumah sudah menjadi tempat ternyaman mereka untuk berbagi kasih.

Innalillah.......

Aku berpikir, mengapa kontras sekali?!

Disatu sisi, saat itu aku sedang membantu menyelamatkan seseorang yang justru sedang mempertahakan aqidahnya. Keyakinannya pada Allah, yang baru saja ia temukan. Keinginannya untuk mempelajari ajaran agama Islam ini, membuatnya harus disiksa oleh Ayahnya sendiri. Dikurung, dipukul, dipaksa untuk masuk ke dalam agama sebelumnya. Ia sempat dibaptis lagi hari itu, hanya saja ia menolak dan kabur ke masjid itu untuk meminta bantuan kami menjemputnya.

Allahu Allah.

Seseorang itu hanyalah gadis 16 tahun yang baru saja memeluk Islam di bulan syawal ini. Perjuangan berat dihidupnya baru saja dimulai. Gadis sekecil itu, sudah jauh lebih berani mengambil keputusan besar dalam hidup yang tak semua orang seusianya bisa melakukannya.

Disisi lain, kembali ku pandang mereka. Jauh, sangat jauh berbeda dari gadis 16 tahun itu. Yang satu berjuang mempertahankan aqidahnya, sedangkan yang satu malah 'mengotori' aqidahnya dengan perbuatan yang Allah tak suka. Aku sedih, sesak dadaku melihat realitas kecil seperti ini. Mengapa, ada yang beruntung dilahirkan di keluarga muslim tak lantas mempelajari dan mengamalkan sungguh-sungguh soal agamanya?

Wallahu 'alam. Jawaban yang timbul pasti berbeda-beda.

Berlebihankah? Terlalu didramatisir? Silahkan, apapun penilaianmu. :'

Maafkanlah.

Memang benar ya, bahwa keyakinan seseorang itu tak akan diperoleh dari proses yang mudah dan singkat. Tetapi, diperoleh melalui proses berpikir yang panjang dan mendalam.

Lebih tepat dikatakan: menjemput hidayah, ketimbang menunggu hidayah.

Menjemput memerlukan usaha dan perjuangan, sementara menunggu, kau diam saja dan jangan lakukan apa-apa. Tapi sayangnya tak bisa begitu.


Cinunuk, Jawa Barat

"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."
(QS. Al-Qashash: 56)

Ayu Saraswati
Bandung, 14 Juli 2017

Komentar

  1. Ow, ini gadis 16 tahun yang mualaf itu, yang beberapa minggu lalu pernah ayu ceritakan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Ruang Bebas Baca

Ada Hikmah Dibalik Basmallah