Metafora Melepaskan

Memang mempesona, pantas untuk terpana, siapa tak suka? Menikmati lentiknya sayap kecil mengepak, mengagumi metamorfosanya yang mengagumkan.

Tapi ini bukan soal si kupu-kupu, apalagi proses hidupnya yang tak mudah, penuh ancaman, penuh kesulitan, perlu kekuatan, perlu keberanian. Lebih dari itu, ilustrasi ini membicarakan sebuah metafora: melepaskan.

Dahulu hinggap, takdir telah digenggaman. Hampir bertahun-tahun lamanya mendekap di jemari, kali ini, mesti dilepaskan. Ah, walau banyak yang beranggapan aku 'bodoh' , aku maklumi karena mereka belum sampai kepada titik pemahaman bagaimana rasanya menjadi: aku. Bukan saja menilai dari sekedar apa yang telah ku peroleh selama ini.

Bahkan dalam urusan cinta yang sedikit pelik itu, nasehat selalu mengajarkan kita untuk melepaskan. Melepaskan apa yang belum saatnya, melepaskan apa yang belum berhak dinikmati, melepaskan apa-apa yg bisa memunculkan potensi membangkang kepada Tuhan Sang Pemilik aturan main.

Yah, sedikit beralasan, bahwasanya melepaskan itu pernah diajarkan. Tentu kepada hal yang baik, hal-hal dimana kita ikut melibatkan Dia dibalik perjalanan ini. Dia tahu siapa saja yg pedih hatinya, yang tertatih geraknya, yang terseok langkahnya, yang terlantung arahnya, yang terluka kakinya, Dia tahu. Sungguh!

Dia sama sekali tak diam. Dia sama sekali tak cemberut, Dia terus menunggu. Menunggu kita merintih dan mengemis, lantas diangkatlah bahu kita dan ditepuknya pundak kita seraya berkata, "Kau sudah melaluinya dengan baik, hambaku."

Kadang jalan fikirnya tak bisa dimengerti, rencananya selalu tersembunyi. Dibiarkannya kita belajar berjalan seorang diri, seperti anak bayi yang sedang berlatih sebelum otot-otot kakinya menguat dan terbiasa. Mungkin itulah training dari Tuhan buat kita yang sedang belajar "kuat diatas kaki sendiri".

Tak ada pengecualian bagi sebuah keputusan. Semua pasti: beralasan. Kita hanya diminta untuk menggali makna dan menanam do'a. Agar suatu saat, tak pernah terlintas kekecewaan dari dalam jiwa.

Aku belajar melepaskan sesuatu yang sebelumnya disebut: takdir. Tapi, terbebas dari melepaskan itu sendiri, diam-diam aku telah masuk ke dalam rencanaNya (lagi).

Bandung, 25 April 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar itu Haram? (Chapter 1: Tashwir)

Ruang Bebas Baca

Ada Hikmah Dibalik Basmallah